20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Usahamu untuk menyampaikan berita tidak ada gunanya, sambung yang lain. Hampir<br />

bersamaan terdengar suara srrr srrr srrr dan beberapa senjata rahasia menyambar kea rah<br />

orang yang dauber. Di dengar dari suaranya, orang yang melepaskan senjata rahasia bukan<br />

sembarang orang.<br />

Kalau begitu dia sahabat, pikir Boe Kie. Aku harus mencegat ketiga pengejar itu. Ia melompat<br />

dan menyembunyikan diri di belakang pohon. Di lain saat, orang yang dikejar sudah lewat di<br />

depannya. Orang itu gundul kepalanya, benar seorang hwee-shio. Ia memegang golok yang<br />

warnanya kehitam-hitaman dan larinya terpincang-pincang, rupanya ia sudah terluka. Tiga<br />

pengejarnya mengikuti dengan cepat. Mereka bersenjata tombak bercagak dan Boe Kie<br />

mengenali bahwa mereka itu orang-orang Kay tapi memakai baju putih yang biasa dipakai<br />

oleh anggota Beng-kauw.<br />

Darah boe Kie bergolak, Ayah sering menceritakan bahwa dahulu di bawah pimpinan Kioe<br />

cie Sin kay Ang Cit Kong, Kay-pang adalah sebuah partai yang dihormati dan disegani dalam<br />

Rimba Persilatan, katanya dalam hati. Siapa nyana sekarang partai itu sudah berubah tidak<br />

keruan.<br />

Sementara itu, si pendeta lari terus dengan langkah limbung. Kepala gundul, berhenti kau!<br />

teriak seorang pengejar. Siauw lim-pay-mu sudah musnah semuanya. Apa yang bisa diperbuat<br />

olehmu seorang diri? Paling baik kau takluk. Beng-kauw bersedia untuk mengampuni.<br />

Boe Kie jadi makin gusar.<br />

Karena merasa tidak bisa lari lebih jauh, pendeta itu berhenti memutar badan dan membentak<br />

seraya melintangkan goloknya. Manusia siluman! Aku mau lihat sampai kapan kamu masih<br />

bisa berbuat sewenang-wenang. Sekarang aku mau mengadu jiwa dengan kamu.<br />

Ketika anggota Kay-pang itu segera mengurung si pendeta dan menyerang secara hebat. Tapi<br />

pendeta itu ternyata berkepandaian cukup tinggi dan melawan dengan gagah. Sesudah<br />

bertempur beberapa lama, sambil membentak keras pendeta itu membacok bagaikan kilat dan<br />

golok mampir tepat di lengan kiri seorang lawannya. Selagi musuh-musuhnya kaget, ia<br />

membabat lagi dan sekali ini berhasil melukai pundak seorang musuh lainnya. Sesudah dua<br />

kawannya luka, yang ketiga buru-buru angkat kaki.<br />

Tanpa mengaso lagi pendeta itu lalu mendaki gunung secepatnya.<br />

Permusuhan antara Beng-kauw dan Siauw lim serta Boe tong masih belum selesai dan dengan<br />

adanya siasat busuk ini permusuhan akan menghebat, pikir Boe Kie. Kalau aku tunjukkan<br />

muka, urusan mungkin akan lebih sulit. Paling baik aku menguntit dan bertindak dengan<br />

mengimbangi keadaan. Berpikir begitu, dengan menggunakan ilmu ringan badan, ia<br />

mengikuti di belakang pendeta itu.<br />

Waktu hampir mencapai puncak, tiba-tiba terdengar di belakang, Sahabat dari mana yang<br />

datang berkunjung? Bentakan itu disusul dengan melompat keluarnya empat orang, dua<br />

imam, dua orang biasa dari belakang batu-batu gunung. Mereka adalah murid-murid turunan<br />

ketiga dan keempat dari Boe tong-pay.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 872

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!