20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Cukup atau tak cukup, aku tak tahu, jawabnya. Tapi menurut penglihatanku, waktu berlatih<br />

Cit siang koen, Cianpwee telah terluka sehingga sebaiknay latihan itu tidak diteruskan.<br />

Jiako tak usah meladeni semua omong kosong! tiba-tiba terdengar suara bentakan seseorang<br />

di belakangnya. Dia menghina Cit siang koen kita, biarlah dia rasakan pukulanku. Hampir<br />

berbarengan, satu pukulan yang hebat menyambar Leng tay hiat di punggung Boe Kie. Leng<br />

tay hiat adalah salah satu hiat penting yang membinasakan. Jangankan Cit siang koen,<br />

pukulan yang biasa sekalipun bisa membinasakan jika kena tepat di bagian itu.<br />

Dalam tekadnya untuk menaklukan keenam partai dengan Kioe yang Sin kang, biarpun tahu<br />

sedang dibokong orang, Boe Kie tidak memutar badan dan membalas, ia berkata pula kepada<br />

Cong Wie Hiap, Cong Cianpwee.<br />

Mendadak terdengar kerincingan rantain disusul dengan bentakan, Tua bangka! Jangan<br />

bokong orang! Itulah bentakan Siauw Ciauw yang segera meninju kepala si pembokong.<br />

Orang itu menangkis dengan tangan kirinya sedang tinju kanannya sudah mampir tepat di<br />

Leng tay hiat Boe Kie. Semua orang terkesiap tapi pemuda itu sendiri tidak bergeming. Ia<br />

mengambil sikap acuh tak acuh bahkan tidak mengerahkan te<strong>naga</strong> dalam untuk menolak<br />

te<strong>naga</strong> pukulan itu. Siauw Ciauw, katanya seraya tertawa. Kau tak usah khawatir. Pukulan Cit<br />

siang koen itu sedikitpun tiada gunanya.<br />

Muka si nona yang putih lantas saja bersemu merah. Dengan jengah ia berkata, Aku lupaaku<br />

lupa kau sudah belajar. Ia tidak meneruskan perkataannya dan buru-buru meloncat mundur<br />

sambil menyeret rantai.<br />

Boe Kie memutar tubuh dan melihat si pembokong adalah seorang kakek yang batok<br />

kepalanya besar dan tubuhnya kurus. Dia adalah tetua keempat dari Khong tong-pay namanya<br />

Siang Keng Cie. Mukanya sudah berubah pucat dan ia berkata dengan suara tergugu. Kau<br />

memiliki Kim kong Poet-hoay tee Sin-kang Apa kau murid Siauw lim sie?<br />

Sambil tersenyum pemuda itu menjawab, Aku bukan murid Siauw lim sie tapi benar aku<br />

pernah belajar ilmu di kuil Siauw lim sie.<br />

Buk! Selagi ia bicara, tinju Siang Keng Cie mampir tepat di dadanya. Sepanjang pengetahuan<br />

tetua Khong tong itu, Kim kong Poet hoay tee hanya dapat dipertahankan sambil menahan<br />

nafas.<br />

Boe Kie tertawa dan berkata, Kalau seseorang sudah melatih diri dalam Kim kong Poet hoay<br />

tee sampai pada puncak kesempurnaan, ia tak akan bisa diserang walaupun ia sedang bicara.<br />

Tanpa menggunakan Lweekang, tubuhnya tidak bisa kena segala pukulan. Jika kau tidak<br />

percaya kau boleh memukul lagi.<br />

Bagaikan kilat Siang Keng Cie mengirimkan empat tinju geledek. Pemuda itu menerima<br />

dengan paras muka berseri-seri.<br />

Siang Keng Cie dijuluki It-koen Toan gak (satu tinju mematahkan gunung). Meskipun julukan<br />

itu terlalu mencolok tapi orang-orang yang berusia agak lanjut mengetahui bahwa tetua<br />

Khong tong itu memang mempunyai pukulan dahsyat. Bahwa Boe Kie bisa menerima<br />

keempat pukulan itu sambil tersenyum-senyum telah mengejutkan semua orang.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 758

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!