20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Aku she can namaku A Goe, jawabnya.<br />

Bocah kemari, bentak Biat Coat dengan suara dingin, Sambutlah tiga seranganku.<br />

Tunggu dulu, kata Boe Kie seraya membalut luka korban yang terakhir. Sesudah selesai,<br />

barulah ia menghampiri si nenak dan berkata seraya merapatkan kedua tangannya, Biat Coat<br />

Soethay, aku bukan tandinganmu. Aku sama sekali tak berniat untuk bertanding sama Loo<br />

jinke (panggilan menghormati untuk seorang yang tua). Aku hanya berharap supaya kedua<br />

belah pihak menghentikan pertempuran dan mengadakan perdamaian.<br />

Ia bicara sungguh-sungguh dengan nada memohon. Dalam hatinya ia mencintai kedua belah<br />

pihak itu, karena pihak yang satu adalah pihak mendiang ayahnya sedang pihak yang lain<br />

adalah golongan mendiang ibunya.<br />

Biat Coat tertawa dingin, Apakah kami harus menghentikan pertempuran atas perintahmu,<br />

bocah bau? katanya. Apakah kau seorang Boe-lim Cie-coen? (Boe-lim Cie-coen adalah<br />

seorang yang termulia dalam dunia persilatan)<br />

Boe Kie terkejut, Apa artinya perkataan Soethay! tanyanya.<br />

Andaikan dalam tanganmu memegang golok To Liong To, kau masih harus melawan Ie Thian<br />

Kiam-ku untuk menentukan siapa menang siapa kalah, kata si nenek. Sesudah kau menjadi<br />

Cie-coen dalam dunia persilatan, barulah kau boleh memerintah di kolong langit.<br />

Mendengar ejekan sang guru semua murid Go Bie tertawa geli.<br />

Boe Kie kaget dan ia segera berpikir, Apakah tujuan orang-orang dunia persilatan yang<br />

mencari ayah angkatku hanyalah untuk merampas To Liong To? Apakah mereka hanya<br />

bermaksud untuk menjadi yang termulia dalam dunia persilatan agar bisa memerintah di<br />

kolong langit?<br />

Selagi berpikir begitu, murid-murid Go Bie masih belum berhenti tertawa.<br />

Sebagai seorang muda yang tak mempunyai nama, memang juga tak pantas Boe Kie<br />

mengatakan mengharapkan kedua belah pihak menghentikan pertempuran. Mendengar suara<br />

tawa orang, paras mukanya lantas saja berubah merah.<br />

Ia menengok dan di antara murid-murid Go Bie, ia melihat Cioe Cie Jiak yang tengah<br />

mengawasinya dengan sorot mata kagum dan menganjurkan, sehingga semangatnya lantas<br />

saja bangkit, Mengapa kau mau <strong>membunuh</strong> begitu banyak orang? katanya. Setiap orang<br />

mempunyai ayah ibu, istri dan anak. Jika kau <strong>membunuh</strong> mereka, anak-anak mereka akan jadi<br />

yatim piatu, yang tentu akan dihina orang. Kau adalah seorang pertapa yang menyucikan diri.<br />

Dengan melakukan pembunuhan itu, apakah di dalam hati kau bisa merasa tenteram? Waktu<br />

mengatakan kata-kata itu, suaranya bersungguh-sungguh dan mengharukan karena ia ingat<br />

akan nasibnya sendiri yang sejak kecil sudah ditinggal oleh orang tua.<br />

Paras muka nona Cioe berubah pucat dan kedua matanya mengambang air.<br />

Tapi muka Biat Coat sekalipun tak berubah. Ia adalah seorang manusia yang tidak pernah atau<br />

sedikitpun jarang memperlihatkan perasaan hatinya pada paras mukanya. Waktu ia membuka<br />

mulut suaranya tetap dingin bagaikan es. Bocah, apakah aku masih perlu dinasehati olehmu?<br />

Dengan mengandalkan te<strong>naga</strong> dalammu yang kuat, kau membacot di sini. Baiklah, jika kau<br />

bisa menerima tiga pukulanku aku akan melepaskan manusia-manusia itu.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 667

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!