20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Akhirnya, waktu tiba disebuah hutan ia tak dapat bertahan lagi. Perlahan-lahan ia menaruh<br />

Boe Kie diatas tanah dan kemudian, ia merebahkan diri untuk mengaso. Ia mengeluarkan kue<br />

phia dari sakunya dan membagi kue itu kepada Boe Kie untuk menangsal perut.<br />

Sesudah mengaso kira-kira setengah jam, Gie Coen bangun berdiri untuk meneruskan<br />

perjalanan, tapi Boe yang merasa kasihan terhadapnya, berkeras untuk mengaso semalaman<br />

dihutan itu. Sesudah berpikir sejenak, ia merasa pendirian si bocah ada benarnya juga.<br />

Andaikata, mereka bisa tiba dirumah Ouw Ceng Goe pada malam itu, sang Soepeh yang<br />

beradat aneh mungkin bergusar karena diganggu tidurnya dan kalau dia bergusar, mungkin<br />

sekali dia akan menolak untuk mengobati. Memikir begitu, ia lantas saja menyetujui usul Boe<br />

Kie.<br />

Mereka tidur dengan menyender dikaki sebuah pohon besar. Kira-kira tengah malain, racun<br />

dingin mengamuk lagi dan Boe Kie memanggil keras. Karena sungkan mengganggu Gie Coen<br />

yang sudah capai lelah, ia menahan sakit sambil menggigit bibir.<br />

Selagi ia bergulat melawan racun dingin itu, sekonyong-konyong terdengar suara beradunya<br />

senjata, disusul dengan suara bentakan seorang: "Mau lari kemana kau?"<br />

Bentakan, disusul pula dengan teriakan beberapa orang lain.<br />

"Cegat ditimur ! Cepat ! Supaya dia masuk kehutan!"<br />

"Bangsat gundul itu tidak boleh dilepaskan ! Cegat!"<br />

Hampir berbareng terdengar tindakan sejumlah orang yang menuju kearah hutan.<br />

Dengan kaget Siang Gie Coen tersadar. Satu tangannya segera menghunus golok, lain tangan<br />

mendukung Boe Kie, siap sedia untuk melarikan diri sambil bertempur.<br />

"Siang Toako, kurasa mereka bukan maui kita," bisik Boe Kie.<br />

Gie Coen mengangguk. Di dalam hati ia sudah mengambil keputusan, bahwa meskipun mesti<br />

membuang jiwa, ia akan coba melindungi keselamatan bocah itu. Hanya ia merasa menyesal,<br />

bahwa sesudahb mendapat luka, ilmu silatnya sekarang sudah musnah seanteronya.<br />

Mereka mengintip dari belakang sebuah pohon besar. Mereka melihat berkelebat-kelebatnya<br />

bayangan orang tujuh delapan orang sedang mengurung dan mengerubuti satu orang. Karena<br />

gelap, mereka tak tahu siapa adanya orang-orang itu. Mereka hanya tahu, bahwa orang yang<br />

dikepungnya melawan dengan tangan kosong dan bahwa orang itu lihay luar biasa, sehingga<br />

biarpun dikerubuti, ia masih dapat membela diri secara bagus sekali.<br />

Sesudah bertempur beberapa lama, setindak demi setindak, orang-orang itu mendekati tempat<br />

bersembunyinya Gie Coen berdua. Pada waktu sang rembulan muncul dari alingan awan<br />

hitam mereka melihat, bahwa orang yang dikepung yalah seorang pendeta yang berusia kirakita<br />

lima puluh tahun, tubuhnya kurus jangkung data mengenakan jubah pertapaan serba<br />

putih. Dipihak pengepung terdapat pendeta, imam, seorang lelaki yang memakai pakaian koan<br />

kee (pengurus rumah tangga) dan dua orang perempuan. Makin lama Gie Coen makin merasa<br />

heran. Delepan pengurung itu masing masing memiliki kepandaian tinggi. Dua orang pendeta<br />

yang satu bersenjata Sian thung dan yang lain memegang golok menyerang dengan pukulan-<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 404

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!