20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kedua mata Ouw Ceng Goe lantas saja mendelik dan darahnya naik, "Huh ! Manusia apa<br />

Thio Sam Hong !" bentaknya. "Dia begitu memandang rendah kepada kita, perlu apa kau<br />

membantu dia. Anak, bagaimana keputusanmu sendiri ?"<br />

Boe Kie mengerti bahwa ia sedang menghadapi soal mati atau hidap. Sesudah kakek gurunya<br />

tidak berdaya untuk menolong harapan satu-satu nya ialah Ouw Ceng Goe. la tahu, kalau ia<br />

tidak dapat meluluskan apa yang diminta oleh Tiap kok Ie Sian, jiwanya pasti tak akan bisa<br />

ditolong lagi. Ia sendiri sebenarnya masih tak tahu apa kejelekan atau kebusukan "agama"<br />

sesat yang begitu di benci oleh sang kakek guru dan semua paman pamannya. Tapi karena ia<br />

sangat mencintai dan menghormati kakek gurunya, maka ia lantas saja mengambil keputusan,<br />

bahwa ia lebih baik mati dari pada melanggar pesanan orang tua itu.<br />

Tanpa bersangsi lagi, dengan suara lantang ia menjawab. "Ouw Sinshe, ibuku ialah Hio coe<br />

dari Peh bie kauw dan aku pribadi menganggap bahwa Peb bie kauw adalah agama baik.<br />

Akan tetapi, sebab Thay soehoe melarang aku masuk kedalam Mo kauw dan aku sendiri<br />

sudah menyanggupi, maka sebagai laki laki, tak dapat aku menarik pulang janjiku itu. Jika<br />

kau tak sudi mengobati aku, akupun tidak bisa berbuat apa apa. Kalau lantaran takut mati, aku<br />

menurut apa yang diminta olehmu, maka aku akan menjadi seorang manusia yang tidak<br />

mempunyai kepercayaan, dan dari pada jadi manusia semacam itu, lebih baik aku berpulang<br />

ke alam baka."<br />

Ouw Ceng Goe mendongkol bukan main. "Gie Coen," katanya. "Bawa, dia pergi! Didalam<br />

rumah Ouw Ceng Goe tidak boleh ada orang mati lantaran sakit."<br />

Gie Coen jadi bingung. Ia mengenal benar adat Soepehnya Jika ia telah berkata "tidak",<br />

perkataannya tidak bisa diubah lagi.<br />

"Saudara kecil," katanya dengan suara membujuk. "Biarpun Mo kauw agak berbeda dengan<br />

partai-partai yang lurus bersih, akan tetapi, semenjak jaman kerajaan Tong sampai sekarang,<br />

dalam kalangan kami setiap turunan selalu muncul orang gagah sejati. Apa pula kakek luarmu<br />

adalah Kauwcoe dari Peh bie kauw sedang ibumu sendiri Hio coe dari agama tersebut.<br />

Saudara kecil, luluskanlah permintaan Ouw Soepeh. Di hari kemudian aku akan bertanggung<br />

jawab dihadapan Thio Cinjin."<br />

"Baiklah," kata Boe Kie. "Siang Toako, ketuklah tulang punggungku yang kedelapan dan<br />

ketiga belas dengan kuku jarimu, ketuklah beberapa kali"<br />

Gie Coen menjadi girang dan lalu melakukan apa yang diminta. Di luar dugaannya begitu<br />

kedua tulang punggungnya diketuk, si bocah lantas saja menggerakkan kedua kakinya. Ia<br />

bangun berdiri seraya berkata kepadanya "Siang Toako. Kau telah berbuat apa yang kau bisa.<br />

Dibelakang hari Thay Soehoe tak bisa menyesalkan kau." Ia memutar badan dan berjalan<br />

keluar dengan tindakan lebar.<br />

Si brewok kaget. "Mau kemana kau?" teriaknya.<br />

"Kalau aku mati di Ouw tiap kok, bukankah nama Tiap kok Ie sian akan menjadi rusak?"<br />

jawabnya. Sambil berkata begitu, ia kabur dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 423

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!