20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

"Musuh siapa?" tanya Boe Kie.<br />

"Akupun tak tahu," jawabnya. "Aku mendengar Warta itu ditengah jalan dan buru-buru aku<br />

datang kemari untuk memberitahukan Ouw Soepeh. Saudara, Ouw Soepeh seorang pintar<br />

yang sangat berhati-hati. Kalau ia mengatakan tak usah kuatir, ia tentu sudah mempunyai<br />

pegangan. Hanya aku yang masih berkuatir."<br />

Melihat kecintaan si berewok terhadap dirinya, Boe Kie merasa sangat terharu dan sesudah<br />

beromong-omong lagi beberapa lama, mereka lalu berpisahan.<br />

Sekembalinya dirumah Ceng Goe, ia melihat orang tua itu tenang tenang saja. Beberapa kali<br />

ia coba menanya, tapi pertanyaan selalu diputuskan ditengah jalan.<br />

Enam tujuh hari telah lewat dengan tenang. Malam itu, selagi Boe Kia membaca sejilid kitab<br />

obat, mendadak ia merasa kepalanya berat dan badannya lelah. Ia lantas saja naik<br />

kepembaringan. Esok harinya, ketika tersadar, ia merasa kepalanya sakit sekali. Ia segera<br />

pengi kebelakang untuk mengambil obat. Tapi, baru berjalan puluhan tindak, ia mendapat<br />

kenyataan, bahwa ia baru tersadar diwaktu lohor. "Mengapa aku tidur begitu lama? Apa aku<br />

sakit?" tanyanya didalam hati.<br />

Ia segera memegang nadi, tapi ketukan nadi tidak mengunjuk hal yang luar biasa. ia jadi<br />

semakin kaget. Apakah racun dingin itu mengamuk dan ia sudah mendekati ajalnya?<br />

Buru buru ia mencari Ouc Ceng Goe, tapi orang tua itu tidak kelihatan hidungnya. Selama<br />

beberapa hari ia selalu berkuatir dan sekarang karena orang tua itu tidak berada didalam<br />

rumah, sambil berlari lari i apergi kekebun untuk mencarinya. Di kebun ia bertemu dengan<br />

seorang kacung yang sedang mencangkul tanah. "Mana Ouw Sinshe?" tanyanya.<br />

"Apa ia tidak berada dikamarnya?" si kacung balas menanya. "Baru saja aku membawa teh.<br />

Ouw Sinshe memesan supaya ia tidak diganggu". Boe Kie tertawa. "Aku benar tolol." katanya<br />

didalam hati dan lalu kembali kerumah.<br />

Waktu tiba di depan kamar Ceng Goe, ia melihat pintu dikunci. Mengingat perkataan<br />

sikacung ia tidak berani mengetuk dan hanya batuk-batuk beberapa kali.<br />

"Boe Kie," kata orang tua itu, "hari ini badanku kurang enak. Leherku sakit. Kau belajar saja<br />

sendiri."<br />

"Baiklah," jawabnya. Sesaat kemudian, sebab kuatir penyakit orang tua itu lebih berat, ia<br />

berkata: "SinShe, boleh kuperiksa lehermu?"<br />

"Tak usah," Jawabnya dengan suara dalam. "Aku sendiri sudah memeriksa dari kaaa. Tak apa<br />

apa. Aku sendiri sudah minum obat."<br />

Malam itu, waktu kacung membawa nasi, Boe Kie turut masuk kekamar Ceng Goe. Ia<br />

melihat, bahwa muka orang tua itu yang rebah dipembaringan pucat pasi. Ia kaget. "Apakah<br />

semalam, selagi aku tidur, musuh sudah datang menyatroni?" tanyanya dalam hati. "Mungkin<br />

sekali, biarpun berhasil mengusirnya, Ouw Sinshe sendiri terluka berat."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 439

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!