20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Cia Soen!" bentak Goan tin. "Apa kau dengar perkataan Thay-soesiokku? Ketiga tetua kami<br />

ini sudah bersedia untuk melepaskan kau."<br />

Tiba-tiba dari bawah tanah keluar suara yang nyaring dan angker. "Seng koen, apakah kau<br />

masih ada muka untuk bicara dengan aku?"<br />

Jautung Boe Kie melonjak. Itulah suara ayah angkatnya! Kalau turut batinnya, seketika itu<br />

juga ia akan menerjang, membinasakan Seng Koen dan menolong sang ayah. Tapi sebisa-bisa<br />

ia menahan sabar. Ia yakin, bahwa ia tak akan bisa melawan ketiga pendeta tua itu. "Biarlah<br />

sesudah penjahat Goan tin pergi, aku akan menemui ketiga pendeta itu,” pikirnya. "Aku akan<br />

jelaskan latar belakang urusan ini. Mereka berilmu tinggi dan mereka tentu bisa membedakan,<br />

siapa yang salah, siapa yang benar.”<br />

Sementara itu, sesudah menghela napas Goan tin berkata pula. “Cia Soen, kita sama-sama<br />

sudah berusia lanjut. Perlu apa kau selalu ingat kejadian yang dulu-dulu? Paling lama dua<br />

puluh tahun lagi, kita akan berpulang ke alam baka. Aku bersalah terhadap kau, tapi kau pun<br />

bersalah terhadap aku. Biarlah kita sama-sawa coret kejadian di masa lampau."<br />

Cia Soen tidak menghiraukan. Ia hanya berkata. "Seng Koen, apa kau masih ada muka untuk<br />

bicara dengan aku?”<br />

Goan-tin membujuk berulang-ulang, tapi Cia Soen tetap tidak meladeni. Akhirnya ia bergusar<br />

dan berkata. "Dengan mengingat kecintaan dahulu, aku belum pernah turunkan tangan jahat<br />

terhadapmu Apa kau masih ingat totokanku yang dinamakan Ban-gie Can sim cie?" (Ban gie<br />

Can sim cie-Totokan berlaksa semut berkumpul dijantung).<br />

Begitu mendengar "Ban-gie Can sim cie," darah Boe Kie bergolak. Dari ayah angkatnya ia<br />

tahu, bahwa totokan itu salah satu ilmu paling beracun dalam kalangan persilatan. Siapa yang<br />

tertotok, isi perutnya seperti juga digigit berlaksa semut sakit dan gatal bercampur menjadi<br />

satu. Ia lantas saja mengambil keputusan, bahwa andaikata Goan tin benar-benar coba<br />

menurunkan tangan jahat itu, ia akan mengadu jiwa untuk menolong ayah angkatnya. Tapi<br />

Cia Soen sendiri hanya menjawab. "Seng koen, apa kau masih ada muka untuk bicara dengan<br />

aku?"<br />

“Aku beri batas waktu tiga hari kepadamu," kata Goan tin dengan suara dingin.<br />

"Kalau dalam tiga hari kau tetap membandel, rasakanlah Ban gie Can sim cie!" Sehabis<br />

berkata begitu ia memberi hormat kepada ketiga pendeta tua dan kemudian turun dari bukit<br />

itu.<br />

Sesudah pendeta jahat itu berlalu, selagi Boe Kia mau muncul untuk menemui tiga pendeta<br />

tiba-tiba saja ia merasakan ketidak beresan pada aliran hawanya. Ia tahu, bahwa ia diserang<br />

orang. tapi sedikitpun ia tidak merasakan sambaran serangan itu. Bagaikan kilat ia<br />

menggulingkan diri dan dua utas tambang lewat didepan mukanya. Baru ia berguling<br />

setombak lebih, seutas tambang yang tegak bagaikan toya menyambar dadanya hampir<br />

berbareng, dua tambang, lainnya menyambar punggungnya.<br />

Sesudah menyaksikan keempat jago Koen-loen pay, ia mengerti bahwa jiwanya tergantung<br />

pada selembar rambut. Pada detik berbahaya, ia membalik tangan kirinya dan menangkap<br />

tambang yang menotok dada. Baru saja ia mau mendorong tambang itu, ia mendadak tambang<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1<strong>29</strong>9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!