20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tiba-tiba ia meresakan angin dibelakangnya dan dua orang menubruk punggungnya. Dengan<br />

sekali berkelit, kedua penyerang itu menubruk tempat kosong. Dengan cepat la menjambret<br />

leher baju mereka dan lalu menggentuskan kepala mereka. Waktu dilepaskan, mereka roboh<br />

dalam keadaan pingsan.<br />

Sekarang hanya ketinggalan seorang saja. Biarpun empat kawannya sudah dijatuhkan, ia<br />

kelihatannya tidak merasa jerih dan sambil menghunus golok, io menerjang. Melihat senjata<br />

tajam, sedang ia sendiri bertangan kosong Boe Kie jadi keder, tapi dengan mengepos kesana<br />

kesini ia berhasil menyelamatkan diri dari tiga bacokan. Dalam bacokan keempat, orang itu<br />

menggunakan seantero te<strong>naga</strong>nya. Dengan cepat Boe Kie berkelit dan ia membacok angin.<br />

Apa celaka, karena terlalu bernapsu dan menyerang dengan seluruh te<strong>naga</strong>, ia terhuyung dan<br />

jatuh terguling. Tanpa menyia nyiakan kesempatan baik, Boe Kie menendang dengan<br />

menggunakan ilmu meminjam te<strong>naga</strong> sehingga tubuh orang itu terpental dan jatuh kedalam<br />

kuali yang airnya bergolak-golak.<br />

Jika Boe Kie diperintah untuk bertempur melawan lima orang itu, ia pasti tak akan berani.<br />

Biarpun sedari kecil ia sudah belajar silat, ia masih belum tahu kepandaiannya sendiri. Kalau<br />

bukan sedang menghadapi bahaya besar, ia tentu tak akan berlaku nekat. Sesudah<br />

merobohkan lima orang itu, ia tercengang dan setelah semangatnya berkumpul kembali, ia<br />

merasa sangat girang.<br />

Baru saja hatinya tenteram, tiba-tiba terdengar suara tindakan kaki dan beberapa orang masuk<br />

kedalam hutan. Mendengar suara manusia, Poet Hwie yang belum hilang takutnya lantas saja<br />

menubruk dan memeluk Boe Kie erat-erat. Begitu melihat orang orang yang mendatangi, Boe<br />

Kie jadi girang. "Kan Toaya! Sie Toaya!" serunya.<br />

Ternyata, antara mereka itu yang terdiri dari lima orang, yang satu adalah Kan Ciat dan yang<br />

situ lagi Sie Kong Wan bersama dua saudara seperguruannya. Mereka berempat telah<br />

disembuhkan Bor Kie waktu terlika akibat pukulan Kim-Hoa Popo. Orang yang kelima adalah<br />

seorang pemuda yang barusan kira-kira duapuluh tahun dan berparas angker. Dengan pemuda<br />

itu, Boe Kie belum, pernah bertemu muka.<br />

Kan Ciat mengawasi dan berkata. "Saudara Thio, kau juga berada disini? mengapa orang itu?"<br />

Seraya menanya, dia menuding kelima orang yang rebah ditanah.<br />

Dengan suara mendongkol, Boe Kie lalu menceriterakan apa yang sudah terjadi. Sebagai<br />

penutup ia berkata: "Celaka sungguh! Mereka mau coba makan kami berdua. Untung juga aku<br />

berhasil merobohkannya."<br />

Selagi Boo Kie bicara,Kan Ciat mengawasi Poet Hwie dengan sorot mata luar biasa dan<br />

berkata dengan suara perlahan: "Lima hari lima malam tak pernah menelan sebutir nasi...<br />

hanya gegares kulit pohon dan rumput.... Hmmm! Dagingnya begitu montok ..... " Melihat<br />

sinar mata kelaparan, seolah-olah sinar mata anjing hutan yang sangat menakuti, Boe Kie<br />

terkejut dan buru-buru ia memeluk Poet Hwie.<br />

"Mana ibunya?" tanya Sie Kong Wan.<br />

"Kie Lie hiap pergi membeli beras," jawab Boe Kie.<br />

Apa mau Poet Hwie menyelak: "Bukan! Ibu telah terbang kelangit!"<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 495

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!