20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Jantung Seng Koen berdenyut lebih keras. Tiba2 ia merasa lehernya ditiup angin. Dipuncak<br />

itu memang banyak angin tapi bagi Seng Koen usapan angin itu menyeramkan hatinya.<br />

Melihat perubahan pada sikap Seng Koen, Tio Beng lantas saja berteriak, “Ha,ha…! Seng<br />

Koen, coba kau menengok dan liaht siapa dibelakangmu! Kau tidak berani? Lihatlah<br />

bayangan hitam diatas bumi. Mengapa diatas bumi terdapat tiga bayangan manusia sedang<br />

yang berkelahi hanya dua orang.”<br />

Mendadak tinju Cia Soen menyambar. Seng Koen tidak keburu mengerahkan Kioe yankang ia<br />

menangkis dengan lweekang biasa. Begitu kedua tangan kebentrok, tubuh ketua lawan<br />

bergoyang2 dan masing2 terhuyung beberapa tindak. Sekarang Seng Koen baru mendapat<br />

lihat bahwa, “bayangan manusia” yang ketiga sebenarnya bayangan batang pohon siong yang<br />

patah.<br />

Melihat lihainya si murid, makin lama Seng Koen jadi makin bingung. Menurut pendapatnya<br />

jika ia mau meloloskan diri, jalan satu2nya ialah menjatuhkan Cia Soen. Tiba2 bayangan<br />

batang pohon memberi ilham kepadanya. Dengan tindakan tidak bersuara, ia mundur dua<br />

tindak ke arah batang pohon itu. Cia Soen merangsek, dia mundur lagi. Ia ingin memancing<br />

lawan ke pohon itu.<br />

“Giehoe, hati2 dibawah kaki!” teriak Boe Kie.<br />

Cia Soen terkejut buru2 ia melompat kesamping. Tapi karena keterlambatan itu Seng Koen,<br />

mendapat kesempatan baik. Ia segera mengirim pukulan yang tak bersuara kedada dan begitu<br />

lekas telapak tangannya menyentuh dada, ia mengeluarkan lweekang yang sehebat2nya<br />

hingga tanpa ampun lagi Cia Soen robih terjengkang!<br />

Dengan girang Seng Koen melompat dan menendang kepala muridnya. Pada detik terakhir<br />

Cia Soen menggulingkan diri dan kemudian melompat bangun. Mulutnya mengeluarkan<br />

darah dan mukanya menakutkan. Sambil berdiri tegak perlahan2 Seng Koen mengirim<br />

pukulannya. Sebagaimana diketahui, Cia Soen menangkis setiap pukulan dengan<br />

menggunakan kupingnya, dengan mendengari sambaran angin dari pukulan musuh. Serangan<br />

Seng Koen mengirim pukulan yang tak bersuara dan ia tak berdaya. Sekali lagi ia kena<br />

dipukul pundaknya. Ia menghadapi bencana. Banyak berteriak terian mencaci. Seng Koen<br />

yang licik, tapi manusia itu tidak meladeni.<br />

Pakaian Boe Kie basah dengan keringat. Ia mencekal tangan Tio Beng dan berkata dengan<br />

suara gemetar. “Beng moay, tolong lekas jalan apa?”<br />

“Asal kau setuju menggunakan senjata rahasia untuk membutakan kedua mata manusia itu?”<br />

tanya nona Tio.<br />

Boe Kie menggelengkan kepala. “Biarpun mesti mati, Giehoe pasti tak suak aku melakukan<br />

perbuatan itu,” jawabnya.<br />

Sementara itu, perlahan2 cuaca berubah gelap.<br />

Tiba2 terdengar teriakan, “Thian kauw makan matahari. Thian kauw makan matahari.”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1390

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!