20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

"Hari inipun saudara seperguruan kami, Thio Coei San, baru saja kembali dari perjalanan jauh<br />

yang memakan waktu sepuluh tahun. Dia belum sempat menuturkan kepada guru kami<br />

tentang parjalanan dan pengalamannya itu. Inilah di sebabkan pesta ulang tahun guru kami<br />

ini. Maka itu, kalau umpama dalam suasana begini kita berbicarakan tentang budi atau<br />

permusuhan kaum Rimba Persilatan, itulah tidak dapat, itulah juga alamat tidak bagus."<br />

"Dengan begitu maksud para Cianpwee dan sahabat datang memberi selamat lantas dengan<br />

sendirinya berubah menjadi hal yang tidak-tidak. Maksud baik itu berubah menjadi masud<br />

buruk. Oleh karena itu, tuan-tuan, setelah tuan tuan datang ke Boe tong pai, mari aku yang<br />

rendah mengundang tuan-tuan melihat-lihat gunung ini bagian depan dan belakangnya."<br />

Hebat siasatnya Siong Kee. Pertama-tama ia telah lantas menyumbat mulut orang. Dengan itu<br />

ia mau mengatakan, orang pastilah bermaksud bermusuh jika hendak membicarakan urusan<br />

Cia Soen dan Liong boen Piauw kiok. Sebab hari itu, hari pesta ulang tahun, adalah hari baik.<br />

Sekalian tetamu itu mendaki gunung Boe tong san untuk bicara, untuk mendesak menanyakan<br />

dimana adanya Kim mo Say ong Cia Soen. Tapi nama Boe tong pay angker sekali. Tidak ada<br />

yang berani memulai. Siapa yang mengajukan diri, berarti dialah yang mengundang<br />

permusuhan. Sebaliknya, untuk segera menyerang sendiri juga tidak ada yang berani<br />

memulai. Itupun berarti, siapa maju paling dulu, ada harapan dialah yang celaka paling dulu<br />

juga. Maka itu tidak ada yang mau menjadi musuh Boe tong pay serta tidak sudi juga menjadi<br />

korban pertama. Mereka itu saling mengawasi satu pada yang lain.<br />

Dengan sendirinya suasana menjadi tegang tidak keruan junterungannya.<br />

Akibatnya See hoa coe dari Koen loen pay berbangkit untuk bicara. Ia bukannya menerima<br />

undangan Siong Kee, hanya berkata nyaring: "Thio Sie hiap, tidak usah kau mengatakan<br />

sesuatu yang artinya lain. Kita terang-terang tidak melakukan apa apa yang gelap. Kita mau<br />

bicara dengan mementang jendela lebar-lebar! Kali ini kami datang kemari dengan maksud,<br />

pertama tama yalah untuk memberi selamat kepada Thio Cinjin. Yang kedua yaitu guna<br />

mencari tahu tentang dimana beradanya Cia Soen sekarang ini."<br />

Boh Seng Kok sudah lama sekali menahan hatinya. Mendengar perkataannya Sea hoa coe, ia<br />

tidak dapat pula menguasai dirinya.<br />

"Bagus! Kiranya begitu!" katanya dengan tertawa dingin. "Tidak heran ! Tidak heran."<br />

See hoa coe mendelik. "Apa yang tidak heran ?" tanyanya bengis.<br />

Dengan nyaring Seng Kok berkata: "Tidak heran sebab mulanya aku menyangka tuan-tuan<br />

datang kemari untuk memberi selamat kepada guru. Tetapi ditubuh kamu masing-matsng<br />

disembunyikan senjata tajam. Mulanya aku heran sekali, di dalam hatiku aku bertanya tanya<br />

apakah tuan-tuan hendak menghadiahkan senjata tajam kepada guruku? Sekarang barulah<br />

terang duduknya hal! Kiranya bingkisan ini bingkisan macam begini!"<br />

See hoa coe menjadi mendongkol sekali. Ia menepuk-nepuk tubuhnya, terus ia meloloskan<br />

jubahnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 342

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!