20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

"Seorang tabib yang pandai, paling senang mengobati kulit dan bulu, kemudian mengobati<br />

otot otot, lalu mengobati urat urat, dan akhirnya baru mengobati isi perut. Jika ia harus<br />

mengobati isi perut, maka kemungkinan sembuhnya si sakit hanya separuh separuh."<br />

"Benar, memang benar apa yang dikatakan dalam kitab itu," pikir Boe Kie. "Seorang tabib<br />

pandai selalu mengobati pada waktu penyakit baru saja muncul. Kalau penyakit sudab masuk<br />

ke isi perut biar bagaimana pandaipun jua, ia tidak mempunyai pegangan lagi. Seperti aku,<br />

racun sudah masuk ke dalam isi perutku. Keadaanku sudah sembilan bagian mati dan hanya<br />

satu bagian hidup."<br />

Selagi memikir begitu, tiba tiba terdengar suara tindakan kuda. Boe Kie buru buru menutup<br />

bukunya dan berbangkit. Ia bingung sebab kuatir kedatangan musuh. Sambil berlari lari ia<br />

pengi kekamar Ceng Goe. "Ouw Sinshe," katanya. "Kudengar suara tindakan bebrapa ekor<br />

kuda yang masuk ke selat ini. Bagaimana baiknya?"<br />

Sebeleum orang tua itu keburu menjawab, kuda kuda itu yang ternyata bisa lari luar biasa<br />

cepatnya, sudah tiba didepan rumah.<br />

"Sesama orang Rimba Persilatan mohon bertemu dengan Ie Sian Ouw Sinshe!" demikian<br />

terdengar teriakan seorang. "Kami ingin memohon belas kasih Ouw Sinshe untuk mengobati<br />

penyakit"<br />

Mendengar itu, hati Boe Kie agak lega. Ia bertindak keluar dan melihat seorang bermuka<br />

hitam berdiri didepan pintu. Tangan orang itu menuntun tiga ekor kuda. Di punggung dua<br />

diantara hewan hewan itu kelihatan rebah dua orang yang pakaiannya berlepotan darah.<br />

Penunggang kuda itu sendiri berdiri dengan kepala dibalut dengan kain putih bernoda darah,<br />

sedang tangan kanannya dimasukkan dalam selembar kain yang diikatkan keleher. Di lihat<br />

dari romannya, iapun mendapat luka yang tidak enteng.<br />

"Kedatangan kalian sungguh sangat tidak kebetulan," kata Boe Kie. "Ouw Sinshe sedang sakit<br />

dan tidak bisa bangun. Harap kalian suka cari lain tabib saja."<br />

"Celaka!" kata orang itu dengan suara kaget. "Kami melalui perjalanan ratusan li dengan<br />

harapan bisa mendapat pertolongan Ie sian"<br />

"Ouw Sinshe mendapat sakit cacar," Boe Kie menerangkan. "Dalam beberapa hari ini,<br />

keadaannya sangat buruk. Inilah suatu kenyataan dan aku tidak berjusta."<br />

Orang itu menghela napas. "Kami bertiga adalah saudara seperguruan dan kami mendapat<br />

luka yang sangat berat," katanya dengan suara duka. "Kalau tidak ditolong Ie sian, kami pasti<br />

akan meninggal dunia. Kuharap saudara suka melaporkan kepada Ouw Sinshe."<br />

"Kalau begitu, bolehkah aku tahu she dan nama Toako yang mulia?" tanya Boe Kie.<br />

"Nama kami tidak cukup berharga untuk disebut-sebut," jawabnya. "Tolong beritahukan saja<br />

bahwa murid-murid Sian-ie Ciang-boen dari Hoa San-pay memohon pertolongan." Sehabis<br />

berkata begitu, badannya bengoyang-goyang, paras mukanya jadi lebih pucat dan mulutnya<br />

agak terbuka seperti mau muntahkan darah.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 441

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!