20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Mendengar nada suara yg sungguh2 si nona tersenyum dan tidak menggoda lagi. Biarpun<br />

pintar, ia sama sekali tidak menduga, bahwa yang diingat Boe Kie adalah Coe Jie yg mukanya<br />

tak keruan macam.<br />

Mengingat, bahwa jeleknya muka Coe Jie adalah akibat latihan Cian Coe Ciat Hoe Chie, Boe<br />

Kie menghela napas. Waktu si nona muncul pada malam itu diantara murid2 Go Bie, ia<br />

mendapat kenyataan bahwa muka Coe Jie lebih hebat daripada dulu. Ia merasa menyesal,<br />

karena ia merasa, bahwa makin mendalam Coe Jie melatih diri dalam ilmu silat itu, makin<br />

besar bahaya bagi dirinya. Ia kuatir akan keselamatan si nona, baik jasmani maupun rohani.<br />

Dengan rasa terima kasih, ia ingat budi nona itu. Sesudah berada di Kong Beng Teng dan<br />

menjadi Kauw coe karena repot, ia tak sempat memikiri segala urusan pribadi. Tapi biarpun<br />

begitu ia pernah meminta bantuak Leng Kiam untuk mencarinya diseluruh Kong Beng Teng.<br />

Ia pernah meminta pertolongan Wie It Siauw untuk bantu menyelidiki tapi usahanya tinggal<br />

tersia sia. Coe Jie menghilang bagaikan batu yg tenggelam di lautan.<br />

Tiba2 si nona muncul, tak usah dikatakan lagi. Ia merasa sangat girang. Diam2 ia mengutuk<br />

dirinya sendiri, Coe Jie begitu baik mengapa dia sendiri bersikap begitu tawar? Tapi pada<br />

hakekatnya pemuda itu bukan manusia yg tidak mengenal budi. Sikap tawarnya itu adalah<br />

karena ia selalu memikiri bebannya yang sangat berat. Sebagai Kauw Coe dari Beng Kauw<br />

dan Bengcoe dari perserikatan segenap Rimba Persilatan. Ia tak sempat untuk mengurus<br />

kepentingan pribadi.<br />

Mendadak Tio Beng tertawa nyaring, “Eh! Mengapa kau menghela napas? tanyanya.<br />

Sebelum Boe Kie menjawab diatas perahu sekonyong2 terdengar teriakan2. Sesaat kemudian<br />

seorang anak buah dating melapor, “Disebelah depan terlihat daratan dan nenk itu<br />

memerintahkan supaya perahu dijalankan terlebih cepat.”<br />

Boe Kie dan Tio Beng segera mengitip dari lubang jendela. Pada jarak beberapa li, mereka<br />

melihat sebuah pulau yg besar, dengan pohon2 yg hijau disebelah timur terlihat beberapa<br />

gunung yg menjulang tinggi keangkasa. Dengan angin yg bagus, perahu itu berlayar dengan<br />

epsar dan dengan waktu kira2 semakanan nasi, dia sudah tiba di depan pulau. Dibagian timur<br />

pulau, tidak terdapat pesisir yg lazim dari pasir cetek. Batu gunung di bagian itu termasuk<br />

masuk ke dalam ari yg tak diketahui berapa dalamnya. Perahu ditujukan kejurusan timur dans<br />

segera menempel pada batu gunung yg menjulang keatas dari pinggir air.<br />

Baru saja perahu itu melepas jangkar diatas gunung sekoyong2 terdengar teriakan atau jeritan<br />

dahsyat yg menyerupai auman harimau dan jeritan Naga. Teriakan itu yg berulang2 seolah2<br />

menggetarkan seluruh gunung.<br />

Mendengar teriakan itu, Boe Kie tercampur girang, karena dia mengenali karena itulah<br />

teriakan ayah angkatnya, Kim Mo Say Ong Cia Soen. Sesudah berpisah belasan tahun<br />

keangkeran Gie Hoe ternyata masih seperti dahulu. Tanpa memikir panjang2 lagi, buru2 ia<br />

mendaki tangga dan naik diatas geledak di belakang perahu. Ia menengadah dan mengawasi<br />

puncak bukt atau gunung kecil itu. Ia melihat empat pria bersenjata sedang mengepung sorang<br />

yg bertubuh tinggi besar dan orang itu, yg bertangan kosong memang bukan lain dari ayah<br />

angkatnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 10<strong>29</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!