20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Sesudah keluar dari rumah penginapan, mereka berpencaran, yang satu mengambil jalan ke<br />

barat, yang lain ke timur dan berjanji akan pulang ke penginapan sebelum jam dua lewat<br />

tengah malam.<br />

Boe Kie yang menuju ke barat memasang mata dan kuping. Tapi apa yang didengarnya hanya<br />

omong-omongan rakyat tentang keramaian siang tadi dan cerita-cerita ngawur tentang<br />

pemberontakan Beng kauw. Ia tak mendapat sesuatu yang penting. Ia berjalan dengan<br />

menuruti mau nya kaki, makin lama jalan jadi makin sepi. Tiba-tiba jantungnya memukul<br />

keras karena ia mendapat kenyataan, bahwa ia berada didepan sebuah rumah makan kecil,<br />

dimana dahulu ia pernah minum arak bersama-sama Tio Beng. “Mengapa aku bisa datang<br />

kesini? Apa lantaran aku selalu tidak dapat melupakan Tio Kouwnio?" tanyanya didalam hati.<br />

Pintu rumah makan itu separuh dirapati, di dalam tidak terdengar suara, seperti juga tiada<br />

tamunya. Ia mendorong pintu dan bertindak masuk. Seorang pegawai kelihatan tertidur sambil<br />

mendekam di meja. Ia terus masuk kedalam.<br />

Ternyata, pada sebuah meja di suatu sudut berduduk seorang tamu yang sedang bersantap<br />

dengan muka menghadap kedalam, dibawah penerangan sebatang lilin. Hati Boe Kie<br />

berdebar-debar sebab ia segera mengenali, bahwa meja itu adalah dimana ia pernah minum<br />

arak bersama nona Tio.<br />

Sebab mendengar tindakan, tamu itu mendadak berbangkit dan menengok dan ... orang itu<br />

bukan lain dari pada Tio Beng sendiri!<br />

Untuk sejenak kedua-duanya berdiri terpaku dan Kedua-duanya mengeluarkan seruan kaget.<br />

"Kau! ... mengapa kau datang kesini?" kata Tio Beng. Suaranya bergemetaran. Sebagai tanda<br />

dari goncangan hatinya.<br />

„Aku keluar jalan-jalan dan kebetulan lewat disini dan tak dinyana......" kata Boe Kie sambil<br />

mendekati. Melihat seperangkat piring mangkok dan sepasang sumpit didepan si nona, ia<br />

berkata pula "Apa kau sedang menunggu seseorang ?"<br />

Tio Beng lantas bersemu dadu. "Tidak" jawabnya. "Dua kali kita pernah minum arak di sini<br />

dan kau duduk dihadapanku. Maka itu ... maka itu ... kuperintahkan pelayan menyediakan<br />

piring mangkok itu."<br />

Boe Kie merasa sangat berterimakasih. Ia lihat empat tempat macam sayur di meja dan ke<br />

empat macam sayur itu tidak berbeda dengan sayur yang pernah dimakannya bersama sama<br />

nona Tio.<br />

Tak kepalang rasa terharunya Boe Kie. Tanpa merasa ia memegang tangan si nona dan<br />

berkata dengan perlahan. "Tio Kouwnio .... "<br />

"Aku hanya merasa menyesal ..." kata si nona, "menyesal aku terlahir dalam keluarga raja<br />

muda Mongol yang menjadi musuhmu ...“<br />

Pada saat itulah, di luar jendela mendadak terdengar "heh-heh," suara tertawa dingin, dan<br />

serupa benda menyambar lilin yang lantas saja menjadi padam. Boe Kie dan Tio Beng<br />

mengenal bahwa suara itu suara Cie Jiak. Mereka jadi serba salah keluar salah, berdiam<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1228

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!