20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sesudah berpikir sejenak, Tio Beng segera mengambil keputusan. “Aku akan beritahukan kau<br />

di mana Cia Tayhiap berada,” bisiknya pula, “Apa yang akan terjadi di kemudian hari, apa<br />

kau akan menyia-nyiakan aku atau tidak aku serahkan kepadamu.” Ia tahu bahwa Boe Kie<br />

sendiri dengan mudah akan bisa meloloskan diri dari kepungan, ia tak mau demi kepentingan<br />

pribadi, jiwa Cia Soen sampai terancam.<br />

Tapi sekarang, Boe Kie sendiri sungkan berpisah lagi dengan Tio Beng. Ia menolak untuk<br />

kabur sendirian. “Kau jangan kuatir, kita harus menerjang keluar bersama-sama,” katanya.<br />

Mereka dicegat di jalan gunung yang sangat sempit. Di sebelah kiri terdapat jurang yang<br />

dalam dan disebelah kanan berdiri lereng gunung yang menjulang ke atas bagaikan tembok,<br />

jalan satu-satunya ialah menerjang dengan kekerasan.<br />

“Koencoe terluka berat dan Ong-ya sangat kuatir,” kata Mohan Fa, “Maka itu beliau telah<br />

memerintahkan siauw ceng untuk mengantar Koencoe pulang ke Ong hoe secepat mungkin.”<br />

Walaupun orang asing, ia bisa bicara Tionghoa secara lancar, kedua kawannya tak<br />

mengeluarkan sepatah kata. Kioe Coen cia menundukkan kepala sambil memejamkan mata<br />

seperti orang bersemedi sedang Mohan Singh berdiri tegak dengan membusungkan dada.<br />

“Di mana Thia-thiaku?” tanya Tio Beng.<br />

“Ong-ya menunggu di kaki gunung,” jawabnya, “Beliau ingin sekali bertemu dengan<br />

Koencoe.”<br />

Tio Beng tertawa. “Bahasa Tionghoamu sangat baik,” katanya, “Baiklah! Thio Kongcoe mari<br />

kita berangkat!” Dengan berlagak menurut ia sudah mencari cara untuk segera kabur begitu<br />

mereka berada di tempat yang lebih terbuka.<br />

Tapi diluar dugaan, Mohan Fa mengambil sekarung kain dari punggungnya dan dengan sekali<br />

dikibaskan karung itu berubah menjadi kain panjang yang kedua ujungnya dipegang olehnya<br />

dan Mohan Singh. “Koencoe, naiklah ke joli ini,” katanya sambil membungkuk.<br />

“Aku tak suka duduk di joli,” kata Tio Beng sambil tertawa, “Aku lebih senang didukung<br />

olehnya.”<br />

Boe Kie mengerti bahwa ia tak boleh lengah, hampir bersamaan ia maju dengan langkah<br />

lebar.<br />

Sesudah membaca surat yang dibawa merpati pos, ketiga pendeta itu tahu bahwa Boe Kie<br />

berkepandaian tinggi. Mohan Singh segera memapakinya dengan benturan sikut. Boe Kie<br />

melompat tinggi melewati kepala Kioe Coen cia. Mendadak ia merasa sambaran angin yang<br />

sangat dingin ke arah kakinya. Bagaikan kilat ia membaba dengan tangan kiri untuk<br />

menyambut pukulan itu, mendadak angin dingin itu berubah menjadi sangat panas. Ternyata<br />

dalam sekejap si pendeta sudah dapat mengubah te<strong>naga</strong> pukulannya dari dingin menjadi<br />

panas. Itulah Ciang hoat yang sangat hebat dari Thian tiok dan yang sangat berbeda dengan<br />

pukulan di wilayah Tiong goan. Tapi Kioe yang Sin kang yang dimiliki oleh Boe Kie adalah<br />

gubahan Tat mo Couwsoe yang berasal dari Thian tiok, begitu mendengar bahwa ketiga<br />

pendeta itu datang dari Thian tiok, ia segera berhati-hati. Dalam sambutannya itu ia<br />

menggunakan delapan bagian tangannya, begitu tangan kebentrok dengan meminjam te<strong>naga</strong><br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1256

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!