20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

permintaan Thio Ngohiap dari Boe tong pay, kami bersedia untuk menolong jiwamu. Siapa<br />

yang mau hidup, berenanglah kemari!"<br />

Anak buah Kie keng pang jadi girang dan berburu berenang kearah perahu Siang Kim Peng<br />

yang memapaki mereka. Dalam tempo tidak berapa lama, hampir semua orang, terhitung juga<br />

Bek Siauw pangcoe, sudah dapat ditolong. Tapi biarpun begitu, ada enam tujuh orang yang<br />

mati dipukul ombak.<br />

"Terima kasih untuk pertolongananmu!" kata Coei San.<br />

Sinona mengeluarkan suara dihidung dan berkata dengan suara tawar: "Orang-orang itu<br />

adalah Bajak-bajak yang biasa merampok dan <strong>membunuh</strong>, perlu apa kau menolong mereka ?"<br />

Coei San tergugu, tak dapat ia menjawab pertanyaan si nona. Ia memang sudah dengar, bahwa<br />

Kie keng pang adalah salah satu dari empat "pang" yang jahat dan ia pun tak pernah menduga,<br />

bahwa hari ini ia berbalik menolong kawanan bajak yang kejam itu.<br />

"Kalau mereka tidak ditolong didalam hati Thio Ngohiap pasti akan mencaci maki aku," kata<br />

pula si nona. "Kau tentu akan mencaci aku sebagal perempuan kejam yang tidak pantas<br />

ditolong."<br />

Perkataan itu mengenakan jitu dihati Coei San, sehingga paras muka pemuda itu lantas saja<br />

berubah merah: "Kau memang pandai bicara dan aku tidak dapat menandingi," katanya<br />

sambil tertawa. "Dengan menolong orang-orang itu, kau telah melakukan perbuatan baik dan<br />

kau sendirilah mendapat pembalasan baik. Dengan aku sedikitpun tiada sangkut pautnya."<br />

Baru saja ia berkata begitu, tibalah gelombang pasang. Perahu In So So seperti juga<br />

dilontarkan keatas dan mereka tak dapat bicara lagi. Coei San melongok keluar jendela dan<br />

melihat gelombang gelombang besar dalam bentuk seperti tembok tembok tinggi mendatangi<br />

dengan saling susul. Ia bergidik karena mengingat, bahwa jika tidak ditolong semua anak<br />

buah perahu Kie keng pang pasti binasa didalam air.<br />

Mendadak si nona bangun berdiri, masuk kegubuk perahu yang disebelah bekakang dan lalu<br />

menutup pintu. Beberapa saat kemudian, ia keluar lagi dengan mengenakan pakaian wanita<br />

dan memberi isyarat dengan gerakan tangannya, supaya Coei San membuka jubah luarnya.<br />

Karena merasa kurang enak untuk menolong lagi, ia lalu membuka jubahnya. Ia menduga si<br />

nona ingin menambal bagian yang berlubang dari jubah itu. Tapi tak dinyana, So So lalu<br />

mengangsurkan jubahnya sendiri yang tadi dipakai olehnya, sedang jubah Coei San lalu<br />

dibawanya kegubuk belakang.<br />

Mau tak mau, Coei San terpaksa memakai juga. Karena jubah luar biasanya dibuat dalam<br />

ukuran besar, maka meskipun tubuh pemuda itu lebih besar daripada badan si nona, ia masih<br />

dapat menggunakannya. Dilain saat, jantungnya memukul keras, sebab hidungnya mengendus<br />

bebauan yang sedap dan wangi. Ia merasa jengah dan tidak berani memandang lagi si nona.<br />

Karenanya matanya ditujukan kepada lukisan-lukisan yang dipasang didinding gubuk, tapi<br />

hatinya tetap berdebar-debar. In So So pun tidak mengajak bicara lagi dan duduk diam sambil<br />

mendengar suara gelombang. Datam gubuk ini dipasang sebatang lilin. Mendadak sebagai<br />

akibat hantaman gelombang, perahu miring dan lilin padam. "Celaka!" Coei San mengeluh<br />

dalam hatinya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 153

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!