20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Baiklah, aku setuju untuk menyelidiki, kata Boe Kie. “Tapi Tio Kouwnio lebih dahulu aku<br />

ingin meminta pinjam Ie thian kiam.<br />

Si nona tertawa. “Sungguh jempol ilmu hitungmu. Sebelum aku meminjam To liong to, kau<br />

sudah mendahului meminjam Ie thian kiam, katanya seraya membuka tali ikatan pedang dan<br />

menyodorkannya kepada Boe Kie.<br />

Sambil menghunus senjata mustika itu, Boe Kie berkata, “Siauw Cie Coe kemari!<br />

Siauw Ciauw menghampiri dan dengan beberapa kali membabat semua rantai yang mengikat<br />

kaki tangannya sudah terputus. Ia berlutut dan berkata, “Terima kasih Kongcoe, terima kasih<br />

Koencoe.<br />

Boe Kie segera memasukkan Ie thian kiam ke dalam sarung dan memulangkannya kepada Tio<br />

Beng. Ketika itu teriakan-teriakan Go bie pay makin menghebat.<br />

“<strong>Mar</strong>i kita pergi! kata Boe Kie.<br />

Tio Beng mengeluarkan sepotong emas dan melemparkannya di atas meja, bersama Boe Kie<br />

dan Siauw Ciauw ia segera berjalan keluar dengan tindakan lebar.<br />

Karena kuatir ilmu mengentengkan badan Siauw Ciauw masih terlalu cetek dengan tangan<br />

kanan Boe Kie menarik tangan si nona sedang tangan kirinya mendorong pinggang. Sambil<br />

memberi bantuan itu, ia mengikuti di belakang Tio Beng. Sesudah berlari lari beberapa puluh<br />

tombak, ia merasa bahwa badan Siauw Ciauw sangat enteng dan tindakannyapun sangat<br />

cepat. Ia heran dan menarik pulang bantuannya. Tapi biarpun sudah tidak dibantu, nona itu<br />

masih terus dapat merendenginya. Walaupun waktu itu Boe Kie menggunakan ilmu ringan<br />

badan yang paling tinggi, tindakannya sudah cukup cepat. Bahwa Siauw Ciauw dapat<br />

mengikutinya merupakan bukti bahwa kepandaian si nona tidak dapat dipandang rendah.<br />

Tak lama kemudian sesudah melewati beberapa jalanan kecil mereka tiba di luar sebuah<br />

tembok tua yang sudah runtuh disana sini. Tiba-tiba Boe Kie mendengar pertengkaran antara<br />

beberapa orang wanita dan ia tahu, bahwa murid-murid Go bie berada di dalam tembok itu.<br />

Sambil menarik tangan Siauw Ciauw ia melompati tembok dan hinggap di antara rumput<br />

alang-alang. Ia mendapat kenyataan, bahwa mereka berada di dalam sebuah taman yang<br />

sudah lama tidak terurus. Di lain saat, Tio Beng menyusul dan mereka bertiga lalu<br />

bersembunyi di antara rumput tinggi.<br />

Di sebelah utara taman terdapat sebuah pendopo rusak dimana terlihat bayangan beberapa<br />

belas orang. Sekonyong-konyong terdengar suara seorang wanita. “Kau adalah murid termuda<br />

dalam partai kita. Baik dalam nama atau kepandaian, tak pantas kau jadi Ciangboenjin dari<br />

partai kita…<br />

Boe Kie segera mengenali bahwa yang berbicara adalah Teng Bin Koen. Dengan merangkak<br />

ia maju mendekati pendopo itu dan menyembunyikan diri pada jarak beberapa tombak.<br />

Malam itu malam tak berbulan dan di langit hanya terdapat bintang-bintang yang berkelap<br />

kelip. Tapi mata Boe Kie sangat awas. Sayup2 ia melihat murid-murid Go bie pay ada kepala<br />

Biat coat soethay. Di samping murid kepala itu berdiri seorang wanita yang bertubuh agak<br />

jangkung dan mengenakan baju warna hijau. Orang itu adalah Cioe Cie Jiak.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1013

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!