20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Perintah itu segera dijalankan. Semua mayat terbakar bersama kapal yang kemudian<br />

tenggelam di laut. Dengan demikian, kembalinya Cia Soen bertiga tidak meninggalkan tanda<br />

apapun juga. Diam-diam Boe Kie merasa kagum terhadap ayah angkatnya. Walaupun kejam,<br />

ayah angkat itu adalah seorang Kang ouw yang berpengalaman.<br />

Malam itu mereka tidur di pinggir laut dan pada keesokan paginya meneruskan perjalanan ke<br />

selatan. Pada hari kedua sesudah melintasi hutan, mereka bertemu dengan tujuh orang yang<br />

mencari obat-obatan sejenis “som”. Ternyata mereka sekarang berada di daerah yang<br />

berdekatan dengan gunung Tiang pek san.<br />

Sesudah berpisah dengan ketujuh orang itu, Cie Jiak bertanya, “Giehoe, apa kita tak perlu<br />

bunuh orang-orang itu?”<br />

“Cie Jiak, tutup mulutmu!” bentak Boe Kie, “Mereka tak tahu siapa kita. Apa kau mau bunuh<br />

semua manusia yang kita temui?”<br />

Paras muka si nona berubah merah. Semenjak bertemu, Boe Kie belum pernah mengeluarkan<br />

kata-kata begitu keras terhadapnya.<br />

“Kalau ikut kata hatiku, aku memang ingin bunuh mereka,” kata Cia Soen, “Tapi Kauwcoe<br />

kita tidak mau <strong>membunuh</strong> lebih banyak manusia. Sekarang kita harus menukar pakaian dan<br />

menyamar supaya tidak dikenali orang.”<br />

Sesudah berjalan dua hari, mereka bertemu dengna sebuah rumah petani. Boe Kie<br />

mengeluarkan perak dan minta beli pakaian. Tapi petani itu sangat miskin dan hanya<br />

mempunyai selembar baju kulit kambing yang bisa dijual. Sesudah mereka mengunjungi kirakira<br />

tujuh delapan rumah, barulah Boe Kie berhasil membeli tiga perangkat pakaian tua yang<br />

kusam. Cie Jiak yang biasa dengan kebersihan hampir-hampir muntah waktu mengendus bau<br />

tak enak dari pakaian itu. Tapi Cia Soen merasa girang. Sesudah mengenakan pakaianpakaian<br />

itu dan memoles muka mereka dengan Lumpur, mereka kelihatannya seperti<br />

pengemis Lieon tong. Boe Kie yakin bahwa biarpun berhadapan, Tio Beng tak akan bisa<br />

mengenalinya.<br />

Mereka terus berjalan ke arah selatan. Pada suatu hari, mereka tiba di sebuah kota yang harus<br />

dilewati jika orang mau masuk ke Kwan-lwee. Cia Soen bertiga pergi ke sebuah rumah makan<br />

yang paling besar. Boe Kie mengeluarkan sepotong perak yang beratnya sepuluh tail dan<br />

berkata kepada pengurus restoran, “Kau pegang ini. Sesudah kami selesai makan, hitunglah.”<br />

Ia memberi uang lebih dulu sebab kuatir ditolak karena pakaian mereka compang-camping.<br />

Tapi sambutannya sangat luar biasa. Pengurus itu bangun berdiri dan dengan sikap hormat<br />

memulangkan uang. “Kami sudah merasa beruntung bahwa kalian sudi mampir di rumah<br />

makan kami yang kecil ini. Apa artinya semangkok dua mangkok sayur? Kali ini biarlah kami<br />

yang menjamu kalian.”<br />

Boe Kie merasa sangat heran. Sesudah mengambil tempat duduk ia berbisik kepada Cie Jiak,<br />

“Aku heran. Mengapa dia tak mau menerima uang? Apa penyamaran kita tidak sempurna dan<br />

dikenali orang?”<br />

Cie Jiak mengawasi Cia Soen dan Boe Kie, tidak, penyamaran mereka dapat dikatakan tidak<br />

ada cacatnya.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1132

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!