20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

menjadi gara-gara dari kebinasaan orang tuanya. Tapi ia adalah seorang yang tidak bisa<br />

menonton kebinasaan tanpa mengulurkan tangan. Maka itulah, ia sudah menolong Ciam<br />

Coen, seorang murid Koen loen pay, dan Souw Hie Cie. Sekarang mendengar pertanyaan si<br />

tua, meskipun hatinya gusar, ia manggutkan kepalanya.<br />

Begitu masuk, ia mengendus bau luar biasa. Sesaat kemudian, ia merasa bau itu berubah-ubah<br />

sebentar keras, sebentar hilang. Ia mendekati mengawasi muka si sakit dan memegang<br />

nadinya. Mendadak ia mengeluarkan sebatang jarum emas yang lain ditusukkan di muka Ngo<br />

kouw yang bengkak seperti labu.<br />

Ho Thay Ciong terkejut. Bikin apa kau? bentaknya serta mengangsurkan tangan untuk<br />

menjambret Boe Kie, tapi bocah itu sudah mencabut jarumnya. Ternyata bekas tusukan jarum<br />

sama sekali tidak mengeluarkan darah atau cair. Boe Kie lalu mencium-cium jarum itu dan<br />

manggut-manggutkan kepalanya. Sehingga dalam hati Thie Kim Sianseng timbul harapan<br />

baru. Saudara saudara kecil, katanya. Apakah ada harapan? Bahwa sebagai seorang pemimpin<br />

sebuah partai persilatan, ia sudah menggunakan istilah saudara kecil merupakan bukti, bahwa<br />

ia berlaku hormat terhadap si bocah.<br />

Tapi Boe Kie tidak menyahut. Sekonyong-konyong ia merangkak ke kolong ranjang dan<br />

sesudah memeriksa kolong ranjang itu beberapa saat, barulah ia keluar lagi. Kemudian ia<br />

membuka jendela dan mengawasi pohon-pohon bunga yang ditanam di dalam taman.<br />

Mendadak ia melompat dan keluar dari jendela lalu berdiri tegak sambil memandang pohonpohon<br />

di sekitarnya, seolah-olah ia sedang menikmati bunga-bunga yang beraneka warna dan<br />

harum baunya.<br />

Ho Thay Ciong mendongkol. Karena sangat mencintai gundiknya itu, maka ia sudah<br />

memerintahkan muridnya untuk menanam pohon-pohon bunga yang luar biasa dan mahal<br />

harganya di luar jendela kamar Ngo kouw. Sekarang, ia sedang mengharap-harap pertolongan<br />

selekas mungkin, sebaliknya dari menolong, si tabib cilik membuang-buang waktu dengan<br />

mengawasi pohon-pohon bunga itu. Bagaimana ia tak jadi mengeluh?<br />

Sesudah berdiri beberapa lama, Boe Kie kembali manggut-manggutkan kepalanya, ia balik ke<br />

kamar.<br />

Penyakit itu masih dapat diobati, tapi aku tak sudi mengobatinya, katanya dengan suara kaku.<br />

Ciam Kouwnio, aku mau pergi.<br />

Saudara Thio, kumohon pertolonganmu, kata nona Ciam. Kalau kau bisa menolong Ngo<br />

kouw, segenap anggota Koen loen pay, dari atas sampai di bawah, akan merasa sangat<br />

berterima kasih. Saudara Thio, tolonglah.<br />

Boe Kie menggelengkan kepalanya sambil menuding Ho Thay Ciong, ia berkata, Dia, Thie<br />

Kim Sianseng, turut mengambil pada bagian waktu sejumlah manusia kejam memaksa kedua<br />

orang tuaku <strong>membunuh</strong> diri. Perlu apa aku menolong jiwa gundiknya?<br />

Ho Thay Ciong terkesiap. Saudara kecil, kau she apa? tanyanya. Siapa ayah dan ibumu?<br />

Aku she Thio, jawabnya dengan suara tawar.<br />

Mendiang ayahku adalah murid kelima dari Boe tong pay.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 516

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!