20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

mengebut kepala musuh. Pukulan yang hebat itu hampir tepat pada sasarannya dan orang itu<br />

terguling dari kudanya.<br />

Tapi orang itu a lot dan nekat. Dalam keadaan terluka berat, ia masih bisa balas menyerang<br />

dengan tujuan untuk mati bersama2 musuhnya. Sambil mementang kedua tangannya ia<br />

menubruk. Untung saja Ceng hian keburu berkelit dan mengebut dadanya.<br />

Pada saat itulah, tiga ekor merpati putih terbang dari sangkarnya yang tergantung di leher<br />

kuda.<br />

Jangan main gila! bentak Ceng Hian seraya mengibas lengan jubahnya dan tiga butir thie lian<br />

coe (biji teratai besi) menyambar kearah tiga burung itu. Dua diantaranya jatuh, tapi yang satu<br />

dapat terbang terus sebab si jubah putih berhasil memukul sebutir thie lian coe dengan busur<br />

besinya. Semua murid Goe bie menimpuk dengan senjata rahasia mereka, tapi burung itu<br />

sudah terbang jauh.<br />

Ceng Hie mengibas tangan kirinya dan empat murid lelaki lalu menyeret keempat musuh<br />

yang roboh itu, tapi kemudian berdiri tegak di hadapan kakak seperguruannya.<br />

Selama pertempuran, Biat Coat hanya mengawasi sebagai penonton, iapun tak bergerak waktu<br />

murid2nya menimpuk burung dengan senjata rahasia. Terhadap Coe jie dia turun tangan<br />

sendiri, suatu tanda bahwa ia memandang tinggi terhadap Coe Jie, kata Boe Kie didalam hati.<br />

Mungkin sekali karena patahnya tulang pergelangan tangan Teng Bin Koen. Kalau mau,<br />

dengan mudah ia akan bisa membinasakan merpati yang ketiga, mengapa dia diam saja?.<br />

Mana waktu itu Ceng hie, Ceng Hian dan murid2 utama lainnya sudah mendapat nama besar<br />

dalam rimba persilatan. Satu saja sudah cukup untuk menghadapi gelombang besar. Maka<br />

itulah dalam menghadapi beberapa murid Mo kouw, Biat Coat tidak perlu turun tangan<br />

sendiri. Bahwa Ceng hie dan Ceng hien sudah turun ke dalam gelanggang, pada hakekatnya<br />

berarti memandang tinggi kepada beberapa musuh itu.<br />

Sementara itu, seorang murid wanita sudah menjemput kedua bangkai merpati itu dan<br />

mencopot sebuah bumbung kecil yang melekat pada kaki seekor burung. Ia mengeluarkan<br />

segulung kertas dari bumbung dan menyerahkannya kepada Ceng hie yang lalu membuka dan<br />

membacanya. Soehoe, kata Ceng hie. Mo kauw sudah tahu rencana untuk mengepung dan<br />

membasmi Kong ben teng, surat ini adalah untuk meminta bantuan dari Peh bie kauw.<br />

Sebahis berkata begitu, ia membaca lagi surat yang satunya. Isinya sama jua katanya.<br />

Sungguh sayang yang seekor dapat mloloskan diri.<br />

Sayang apa? kata sang guru dengan suara dingin. Makin banyak mereka berkumpul, makin<br />

baik lagi. Tak usah berabe mencari cari mereka di berbagai tempat.<br />

Mendengar disebutkannya nama Peh bie kauw Boe Kie terkejut. Kouw coe Peh bie kauw<br />

adalah kakek luarku. Pikirnya. Hm!....Sombong sungguh nenek bangkotan itu belum tentu ia<br />

dapat melawan gwakong.<br />

Semula ia menunggu2 kesempatan untuk kabur bersama2 Coe Jie. Tapi sekarang ia<br />

membatalkan niatnya itu sebab ingin menyaksikan keramaian yang bakal terjadi.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 638

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!