20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

"Plak!"<br />

Cong Wie Hiap terhuyung tiga tindak. Secepat kilat ia mengerahkan te<strong>naga</strong> kedua kakinya<br />

supya bisa berdiri tetap. Tapi diluar dugaan, gelombang te<strong>naga</strong> Boe Kie terus mendorongnya<br />

sehingga tubuhnya terjengkang. Sebagai seorang ahli silat, dalam bahaya, buru2 ia menotol<br />

tanah dnegan kaki kanannya dan badannya lantas saja melesak kebelakang setombak lebih.<br />

Tapi, waktu kedua kakinya hinggak ditanah, gelombang te<strong>naga</strong> itu masih belum mereda,<br />

sehingga ia kembali terhuyung tujuh delapan tindak!<br />

Itulah kejadian yg betul2 diluar dugaan. Semua orang tidak mengerti sebab musababnya.<br />

Mereka mengira Cong Wie Hiap sengaja main gila atau berguyon. Cong Wie Hiap sendiri tak<br />

pernah mimpi, ???? (asli ga kebaca !!!! - Red)-itu berte<strong>naga</strong> sedemikian besar.<br />

Sesudah mengumpukan semangatnya, Cong Wie Hiap mengawasi Jie Lian Cioe dengan mata<br />

melotot. "Lelaki harus berterang!" teriaknya. "Tak boleh menyerang orang denga panah<br />

gelap!" Ia menaksir, bahwa tadi Jie Lian Cioe memberi bantuan secara menggelap atau<br />

mungkin sekali bantuan itu diberikan oleh kelima pendeta Boe tong dengan serentak. Sebab<br />

tak bisa jadi seorang manusia mempunyai te<strong>naga</strong> yang begitu besar.<br />

Jie Lian Cioe bingung, tapi karena tak merasa bersalah, ia tak mempedulikan dan hanya balas<br />

melotot, "Gila betul!" katanya dalam hati.<br />

Sementara Cong Wie Hiap sudah maju mendekati Boe Kie dan membentak seraya menuding,<br />

"Bocah siapa kau!"<br />

"Aku Can A Goe," jawabnya seraya mengangsurkan tangan dan menempelkannya di leng tay<br />

hiat di punggung In Thian Ceng. Gelombang te<strong>naga</strong> yang berhawa panas lantas saja<br />

menerobos masuk kedalam tubuh si kakek. Jago tua itu membuka kedua matanya yg<br />

mengawasi Boe Kie yg membalas dengan senyuman sambil menambah te<strong>naga</strong>nya. In Thian<br />

Ceng heran tak kepalang. Te<strong>naga</strong> itu sangat menakjubkan. Sebelum Cong Wie Hiap tiba<br />

dihadapkannya, dada dan tantiannya yang menyesak sudah lega kembali. Terima kasih<br />

sahabat kecil bisiknya.<br />

Dengan gagah ia melompat bangun dan berkata dengan suara lantang. "Orang she Cong! Apa<br />

jempolnya Cit Siang Koen dari Khong tong pay? Mati! Aku bersedia untuk menerima tiga<br />

serangmu."<br />

Ceng Wie Hiap bangun. Ia tak nyana lawannya bisa segera berangkat dengan semangat<br />

penuh. Bagaimana bisa jadi begitu? Hatinya lantas saja merasa jeri, terutama terhadap Eng<br />

Jiauw Kim Na Chioe yg sangat lihai "Memang Cit siang koen tak dapat dikatakan jempol!:"<br />

katanya. "Baik." Kau terimalah tiga tinjuku. I dalam hati ia mengambil keputusan untuk<br />

mengadu Lweekang, supaya pertandingan yg lama, te<strong>naga</strong>nya yg masih segar akan dapat<br />

mengalahkan lawan yg sudah payah.<br />

Mendenger disebutkannya Cit "siangkoen", didpn mata Boe Kie segera tebayang kejadian<br />

pada malam itu di pulau Peng hweeto, dimana ayah angkatnya telah menceritakan peristiwa<br />

kebinasaan Kong Kian Tayeoe akibat pukulan Cit Siangkoen. Belakangan ia sendiri disuruh<br />

menghafal teori Cit Siangkoen dan pernah digaplok beberapa kali oleh ayah angkat itu sebab<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 749

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!