20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Coei San terperanjat. Ia tak pernah menduga bahwa si nona mempunyai adat yang seaneh itu.<br />

Sedikit saja tak senang, ia lantas mempersakiti dirinya sendiri. Dipandang dari sudut itu,<br />

tidaklah heran jika dia bisa <strong>membunuh</strong> orang secara mem buta tuli.<br />

"Mengapa kau berbuat begitu?" tanyanya dengan mata membelalak. Dengan hati berdebardebar<br />

ia lihat tangan baju si nona yang mulai basah dengan darah hitam. Ia mengerti bahwa<br />

luka itu sudah terlalu berat dan Lweekang si nora tidak akan dapat menahan lagi naiknya<br />

racun sehingga jika tidak lantas ditolong, jiwanya bisa melayang. Maka itu tanpa<br />

mengeluarkan sepatah kata, tangan kirinya menyambar dan menyekal lengan kiri nona In,<br />

sedang tangan kanannya merobek tangan baju orang<br />

Mendadak, Coei San dengar bentakan dibelakangnya: "Bangsat! Jangan kurang ajar kau!"<br />

Hampir berbareng, sebilah golok menyambar ke punggungnya. Ia tahu, bahwa yang<br />

menyerang adalah si tukang perahu. Dalam keadaan genting, tanpa menengoknya ia<br />

menendang dan orang itu terpental keluar dari gubuk perahu.<br />

"Tak usah kau tolong, aku lebih baik mati!" teriak sinona. "Plok", muka pemuda itu digaplok<br />

keras-keras.<br />

Rasa kaget dan sakit tercampur jadi satu. Tanpa merasa, Coei San melepaskan cekelannya.<br />

"Pergi kau! Aku tak sudi lihat lagi mukamu," kata nona In.<br />

Coei San malu dan gusar. "Baiklah," katanya. "Hmm! Betul-betul aku belum pernah lihat<br />

wanita yang begitu tak mengenal aturan." Sehabis mengomel, dengan tindakan lebar ia<br />

berjalan keluar.<br />

Nona In tertawa dingin dan berkata: "Kau belum pernah lihat? Hari ini kau boleh lihat!" Coei<br />

San mengambil sepotong papan untuk digunakan sebagat papan loncatan untuk mendarat.<br />

Tapi baru saja ia mau melemparkan papan itu keair, hatinya merasa tidak tega karena ia yakin,<br />

bahwa perginya berarti binasanya nona kepala batu itu. Maka itu sambil menahan amarah, ia<br />

kembali kegubuk perahu. "Biar pun kau menggaplokku, aku tak jadi marah," katanya.<br />

"Gulung tangan bajumu. Apa kau mau mati ?"<br />

"Aku mau mampus atau mau hidup, ada sangkut paut apa denganmu ?" tanya nona In dengan<br />

suara aseran. (peep: aseran=???)<br />

"Dengan melalui perjalanan ribuan kau sudah mengantar Samko," kata Coei San. "Budi yang<br />

sangat besar itu tak bisa tidak dibalas."<br />

Sinona tertawa dingin, "Bagus! Aku baru tahu, bahwa tujuanmu hanya untuk membayar<br />

hutang," katanya. "Kalau aku tidak mengantar Samko-mu, biarpun aku terluka lebih berat<br />

lagi, biarpun kau lihat aku sudah hampir menghembuskan napas penghabisan, kau tentu tak<br />

sudi menolong."<br />

Mendengar perkataan itu, Coei Sin ternganga. "Ah!..... itu sih belum tentu ....." katanya<br />

tergugu. Tiba-tiba ia lihat sinona menggigil, sebagai tanda, bahwa racun sudah mulai naik ke<br />

atas "Kau sungguh gila!" katanya dengan suara berkuatir. "Janganlah kau main-main lagi<br />

dengan jiwamu sendiri."<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 143

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!