20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Sesudah selesai menguburkan semua mayat itu, karena kuatir garam beracun mencelakakan<br />

rakyat, ia segera mencari cabang2 kering yang lalu disulut untuk membakar kelenteng<br />

tersebut. Dibawah sinar api itu ia lalu meneliti golok mustika itu yang ternyata berwarna<br />

hitam bukan besi dan juga bukan emas, entah dibuat dari logam apa. Dari gagang sampai<br />

badannya samar2 terlihat garisan2 yang berwarna biru. Dengan mata kepala sendiri, ia telah<br />

menyaksikan dibakarnya golok itu, tapi sungguh aneh, golok tersebut tidak rusak sedikitpun.<br />

"Bagaimana orang bisa menggunakan golok yang begini berat?" tanyanya didalam hati.<br />

"Dulu, Ceng liong Yan-goat to dari Kwan Ong-ya, yang mempunyai te<strong>naga</strong> malaikat, hanya<br />

delipan puluh satu kati beratnya," Kwan Ong-ya, Kwan Kong dari jaman samkok.<br />

Ia segera me masukkan golok itu kedalam buntalannya dan kemudian berkata dengan suara<br />

perlahan didepan kuburan Tek Seng. "..Tek Loo tiang, bukan mau serakahi golok ini. Tapi<br />

karena To liong to senjata luar biasa, maka jika jatuh ketangan manusia jahat, bencananya<br />

bukan kecil. Aku ingin menyerahkannya kepada Soehoe, seorarg adil yang berhati mulia,<br />

yang tentu akan bisa<br />

membereskan persoalan golok ini se-baiknya."<br />

Sesudah berkata begitu, ia lalu menggendong buntalannya dan meneruskan perjalanan<br />

kejurusan utara.<br />

Sesudah berjalan kurang lebih setengah jam tibalah ia ditepi sungai. Ketika itu ribuan bintang<br />

yang sinarnya sudah suram masih berkelip kelip diatas sungai. Ia mengawasi keberbagai<br />

jurusan tapi tak terlihat sebuah perahu pun. Ia lalu berjalan disepanjang gili2 dan kira2<br />

semakanan nasi, ia lihat sinar lampu dari sebuan perahu penangkap ikan yang terpisah kira2<br />

belasan tombak dari tepi sungai.<br />

"Toako penangkap ikan!" teriaknya. "Tolong seberangkan aku?"<br />

Karena perahu ikan itu terpisah terlalu jauh sipenangkap ikan rupanya tidak mendengar<br />

teriakannya.<br />

Thay Giam segera mengempos semangat dan berteriak lagi. Terikan itu yang disertai dengan<br />

Lweekang yang sudah dilatih kira2 dua puluh tahun nyaring dan sangat tajam. Beberapa saat<br />

kemudian dari aliran sebelah atas muncul sebuah perahu kecil yang menggunakan layar dan<br />

yang perlahan2 menempel ditepi sungai. "Apa tuan mau menyeberang" tanya si juru mudi.<br />

"Benar, aku ingin minta pertolongan Toako untuk menyeberangkan aku," jawabnya dengan<br />

girang.<br />

"Sekali menyeberang ongkosnya satu tahil perak." kata pula juru mudi itu.<br />

Permintaan itu sebenarnya terlalu mahal tapi sebab ingin buru2, Thay Giam tak rewel lagi.<br />

"Baiklah," katanya seraya melompat turun kedalam perahu yang melesak kedalam air.<br />

"Tuan, bawa apa kau ? Mengapa begitu berat," tanya juru mudi itu dengan perasaan heran.<br />

Jie Thay Giam segara mengangsurkan sepotong perak dan menjawab sambil tertawa : "Tak<br />

apa2. Badanku berat. Ayohlah"'<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 84

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!