20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Fui! kata si nona sambil tertawa nyaring. Tidak, aku tidak akan merampas kue itu. Sudah!<br />

Jangan nangis. Hai! Kalau begitu, kau hanya satu manusia dungu.<br />

Huh! Kau kira kuemu terlalu enak? kata Boe Kie. Aku menangis karena ingat sesuatu bukan<br />

sebab kuemu.<br />

Ingat apa? tanya si nona.<br />

Boe Kie menghela nafas. Aku ingat ibu. Ibuku yang sudah meninggal dunia, jawabnya.<br />

Si nona tertawa nyaring. Ibumu sering memberi phia kepadamu, bukan? tanyanya.<br />

Benar, ibuku memang sering memberi kue kepadaku, jawabnya. Tap aku ingat kepadanya<br />

bukan sebab itu. Aku ingat ibu sebab tertawamu sangat mirip dengan tertawa ibu.<br />

Setan! bentak si nona dengan suara gusar, Aku sudah tua ya? Sama seperti ibumu, ya? Ia<br />

mengambil cabang kering dan menyabet Boe Kie dua kali.<br />

Kalau mau, dengan mudah Boe Kie bisa merampas cabang kering itu. Tapi ia berkata dalam<br />

hatinya, Ia tidak tahu bagaimana cantiknya ibuku. Ia rupanya menganggap roman ibu sejelek<br />

romanku dan ia merasa tersinggung. Dilihat dari sudut ini, ia memang pantas bergusar.<br />

Sesudah disabet, ia berkata, Ibuku sangat cantik!<br />

Muka si nona tetap muram. Kau mentertawai aku karena romanku jelek? bentaknya pula.<br />

Benar-benar kau sudah bosan hidup, biar aku tarik kakimu. Seraya mengancam, ia<br />

membungkuk dan bergerak untuk menarik kaki pemuda itu.<br />

Boe Kie kaget. Tulang betisnya baru menyambung, sehingga kalau ditari ia bakal menderita<br />

lebih berat. Buru-buru ia meraup salju, begitu kakinya tersentuh ia akan menimpuk Bie sim<br />

hiat si nona supaya ia pingsan. Untung juga ancaman itu tidak dibuktikan.<br />

Melihat perubahan pada paras muka Boe Kie nona itu berkata, Mengapa kau begitu<br />

ketakutan? Nyalimu seperti nyali tikus, siapa suruh kau mentertawai aku?<br />

Sedikitpun aku tak punya niat untuk menggoda nona, kata Boe Kie dengan suara sungguhsungguh.<br />

Jika di dalam hati aku berniat mentertawai nona, biarlah sesudah sembuh, aku jatuh<br />

lagi tiga kali dan seumur hidup aku menjadi seorang pincang.<br />

Mendengar sumpah itu, ia tertawa geli dan lalu duduk di samping. Kalau ibumu seorang<br />

wanita cantik, mengapa kau membandingkan aku dengan dia? tanyanya dengan suara<br />

perlahan.<br />

Apa akupun cantik?<br />

Boe Kie tergugu. Sesaat kemudian barulah ia bisa menjawab. Entahlah, aku pun tak tahu<br />

sebabnya. Aku hanya merasa, bahwa kau mirip dengan ibuku. Biarpun kau tidak secantik ibu,<br />

tapi aku merasa sayang jika memandang parasmu.<br />

Si nona tersenyum, ia mencolek pipi Boe Kie dengan jarinya dan berkata sambil tertawa,<br />

Anak baik, nah kalau begitu kau panggil saja ibu kepadaku Ia tidak meneruskan perkataannya<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 601

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!