20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Perlahan tetapi pasti, kapal terus tenggelam. Tak lama kemudian, air sudah masuk di gubuk.<br />

Semua orang lalu memanjat tiang layar dengan Boe Kie mendukung In Lee dan Cie Jiak<br />

mendukung Tio Beng.<br />

Sekonyong konyong, sambil menangis Siauw Ciauw menuding ke jurusan timur. Semua<br />

orang menengok ke arah itu. Di tempat jauh, mereka melihat beberapa titik yang makin lama<br />

makin jadi besar, yang kemudian ternyata adalah belasan kapal Persia yang menghampiri<br />

dengan kecepatan luar biasa….<br />

“Kalau aku jadi Tay Kie, aku lebih suka mati di air daripada dibakar hidup hidup,” kata Boe<br />

Kie dalam hati. Tapi Tay Kie kelihatannya tenang tenang saja, sedikitpun tak mengunjuk rasa<br />

jeri sehingga Boe Kie merasa kagum sekali. “Sebagai kepala dari empat Hoat ong dia<br />

sungguh bukan sembarang orang” pikirnya. “Pada waktu Eng ong Say ong dan Hok ong<br />

sudah dikenal sebagai orang gagah yang usianya tak muda lagi, dia masih jadi gadis remaja.<br />

Tapi belakangan kedudukannya bisa berada di sebelah atas ketiga Hoat ong itu. Dilihat<br />

sikapnya yang sekarang ia memang pantas mendapat kedudukan itu.” Sambil berpikir begitu<br />

ia mengawasi kapal kapal Cong kauw yang makin dekat. “Aku telah merobohkan beberapa Po<br />

soe ong dan kalau aku jatuh ke dalam tangan mereka, aku tak usah mengharap hidup,”<br />

katanya pula dalam hati. “Biar bagaimanapun juga aku harus berusaha supaya Gie Hoe, Tio<br />

Kauwnio, Cioe Kauwnio dan piauw moay bisa selamat. Dan juga… Siauw Ciauw. Hei!... Dia<br />

boleh berkhianat terhadapku tapi aku tak bisa berkhianat terhadapnya.”<br />

Tiba tiba In Lee bergerak dan membuka kedua matanya. Ia kaget ketika tahu, bahwa ia sedang<br />

didukung Boe Kie. “A Goe Koko… dimana kita berada?” tanyanya. “Mengapa kau<br />

mendukung aku?”<br />

“Jangan takut,” kata Boe Kie. “Bagaimana keadaanmu?”<br />

In Lee menggeleng gelengkan kepalanya. “Aku tak punya te<strong>naga</strong>, rasanya lemas,” jawabnya<br />

dengan suara parau.<br />

Begitu datang dekat, semua mulut meriam dari belasan kapal Cong kauw ditujukan ke tiang<br />

layar yang dipeluk oleh rombongan Boe Kie. Andaikata pemuda itu memiliki kepandaian<br />

yang seratus kali lipat lebih tinggi, iapun tak usah harap bisa melawan peluru meriam meriam<br />

itu.<br />

Kapal kapal Cong kauw membuang sauh dan menurunkan layar dalam jarak kira kira seratus<br />

tombak. Mereka rupa rupanya kuatir, bahwa kalau datang terlalu dekat, Boe Kie akan<br />

melompat dan menawan pula beberapa Po soe ong.<br />

Beberapa saat kemudian, terdengarlah suara tertawanya Tie hwie ong. “Heei!” teriaknya.<br />

“Apa kamu mau menakluk atau tidak?”<br />

“Orang orang gagah dari Tionggoan boleh mati, tapi tidak boleh menekuk lutut,” jawab Boe<br />

Kie dengan suara lantang. “Kalau kamu bukan kawanan pengecut, marilah kita mengadu ilmu<br />

silat!”<br />

Tie hwie ong tertawa nyaring. “Orang gagah sejati mengadu kepintaran, bukan mengadu<br />

kekuatan,” teriaknya. “Sudahlah! Kamu tidak bisa berbuat lain daripada menyerah!”<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1109

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!