20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

sengaja, kulihat gurumu sedang bersilat dengan menggunakan pedang. Sebab merasa ketarik,<br />

aku berhenti dan menonton. Apakah aku mempunyai kepintaran yang luar biasa, sehingga<br />

sekali melihat aku sudah bisa memahami Leong heng It pit kiam? Andaikata aku memiliki<br />

kecerdasan yang begitu tinggi, kamu semua beberapa murid Koen leon pay, sudah pasti<br />

takkan bisa mengalahkan aku. Ciam Kow nio, aku ingin memberitahukan kau secara<br />

terang2an, bahwa menurut pendapatku, gurumu, Thie kim Sian seng adalah manusia yang<br />

pandangannya terlalu sempit dan jiwanya terlampau kecil. Andaikata ciam Kouwnio,<br />

andaikata benar aku sudah berhasil mencuri satu dua jurus dari Liong heng It pit kiam,<br />

kedosaanku tidaklah begitu besar, sehingga aku mesti menerima hukuman mati.<br />

Ciam Coen tak bisa mengeluarkan sepatah kata. Dalam hati kecilnya, ia pun merasa, bahwa<br />

sang guru terlalu kecil jiwanya. Begitu lekas mengetahui, bahwa pemuda itu telah mencuri<br />

lihat latihannya, ia segera memerintahan enam muridnya, untuk mengubui dan membinasakan<br />

pencuri itu, sehingga sebagai akibatnya mereka berdua menghadapi kebinasaan bersama<br />

sama. Cian coen yakin, bahwa pengakuan pemuda itu yang diberikan pada saat hampir<br />

menghembuskan napas yang penghabisan, sudah pasti bukan keterangan justa.<br />

Suaw Hie Cie menghela napas dan berkata lagi. Dia telah memberikan senjata rahasia beracun<br />

kepadamu, tapi tidak membekali obat pemunahnya. Dalam rimba persilatan, mana ada orang<br />

begitu gila? Bangsat.<br />

Souw Toako, kata Ciam Coen dengan suara halus, Siaow moay merasa menyesal, bahwa<br />

siauw moay telah mencelakakan kau. Bagus juga sebagai hukuman siaw moay akan<br />

mengantar kau pulang ke alam baqa. Inilah yang dinamakan nasib. Apakah yang siauw moay<br />

merasa lebih menyesal ialah dalam peristiwa ini, siauw moay menyeret toaso dan putra<br />

putrimu.<br />

Istriku sudah menutup mata pada dua tahun berselang dengan meninggalkan dua anak, satu<br />

laku dan satu perempuan, kata Souw Hie Cie. Besok mereka akan jadi anak yatim piatu<br />

Apakah dirumahmu masih ada orang lain yang bisa merawat anak2 itu? tanya nona Ciam.<br />

Mereka dirawat oleh nsoku (nsoku istri kakak lelaki). Jawabnya. Nao hebat adanya dan licik<br />

sifatnya., Sebegitu lama aku masih hidup, ia masih takuti aku. Hai! Mulai besok kedua<br />

anakku itu akan sangat menderita.<br />

Ciam Coen yang berhati lembek lantas saja mengucurkan airmata. Ini semua adalah karea<br />

gara2ku katanya dengan suara parau.<br />

Tapi kau tidak boleh disalahkan, kata Hie Cie. Kau telah menerima perintah gurumu dan kau<br />

tidak dapat menolak perintah itu. Kaupun tidka mempunyai permusuhan apapun jg denganku.<br />

Sebenar2nya, sesudah kena senjata beracun, aku harus menerima nasib. Perlu apa aku<br />

memukul kau dan juga melukakan kau dengan senjata beracun? Andai kata aku tidak berbuat<br />

begitu, sebagai seorang yang berhati mulia kau tentu tidak nolong melihat2 kedua anakku<br />

yang bernasib buruk itu.<br />

Nona Ciam tertawa getir. Aku adalah penjahat yang membinasakan kau, katanya. Bagaimana<br />

kau bisa menamakan aku sebagai seorang yang berhati mulia?<br />

Aku tidak menyalahkan kau, benar2 akut tidak menyalahkan kau, kata Hie Cie.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 508

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!