20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Tak lama kemudian, bintang2 mulia menghilang, rembulan menyilam kebarat dan sesudah<br />

cuaca berubah gelap untuk kira2 semakanan nasi, disebelah timur mulai kelihatan sinar<br />

terang.<br />

Kak wan masih tetap bersila sambil meramkan kedua matanya, sedang badannya tidak<br />

bergerak dan pada bibirnya tersungging satu senyuman. "Kwee Kauwnio, apa kau tidak<br />

lapar?" bisik Koen Po. "Aku mau pergi sebentaran untuk cari bebuahan. Ketika menengok,<br />

tiba2 ia lihat berkelebatnya satu bayangan manusia dibelakang pohon dan samar2, orang itu<br />

seperti juga mengenakan jubah petapaan warna kuning. Ia tersiap dan membentak: "Siapa ?"<br />

Seorang pendeta tua yang bertubuh jangkung muncul dari belakang pohon dan pendeta itu<br />

bukan lain daripada pemimpin Lo han tong, Boe sek Siansoe.<br />

Kwee Siang kaget tercampur girang. "Toahweeshio," tegurnya. "Mengapa kau terus<br />

membuntut? Apakah kau mau menangkap juga guru dan murid ini ?"<br />

"Biar bagaimana juga, loo ceng (aku sipendeta tua) masih bisa melihat apa yang benar dan<br />

apa yang salah," jawabnya dengan paras muka sungguh2. "Aku bukan seorang yang tak tau<br />

peraturan. Sudah lama sekali loo ceng tiba disili dan jika mau turuh tangan, loo ceng tentu<br />

tidak menunggu sampai sekarang. Kak wan soeteee, Boe siang Sian soe dan murid2 "Tat mo<br />

tong mengejar kejurusan timur. Lekas kalian lari kesebelah barat."<br />

Tapi pendeta itu terus bersila dan sedikit pun tidak bergerak. Koen Po mendekati seraya<br />

memanggil. "Soe hoe, bangunlah ! Lo han tong Sioe co ingin bicara denganmu."<br />

Kak wan bersila terus. Dengan jantung memukul keras, Koen Po menyentuh pipi gurunya<br />

yang dingin bagaikan es. Ternyata, Kak wan sudah meniggalkan dunia yang fana ini.<br />

Simurid munubruk dan memeluk gurunya sambil mengeluarkan teriakan menyayat hati.<br />

"Soehoe ! Soehoe !" teriaknya sambil menangis tersedu-sedu.<br />

Boe sek Siauseo merangkap kedua tangannya dan berkata dengan suara perlahan : "dilangit<br />

tak ada awan, ditempat penjuru terang benderang angin membawa bau harum, seluruh gunung<br />

sunyi senyap. Hari ini bertemu dengan kegirangan besar. Bebas dari bahaya dan bebas pula<br />

dari segala penderitaan. Apa tak pantas untuk diberi selamat ?" Sehabis berdoa, orang<br />

beribadat itu segera berlalu tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi.<br />

Bukan saja Koen Po tapi Kwee Siangpun mengucurkan tidak sedikit air mata. Sesuai dengan<br />

agama mereka jenazah semua pendata Siauw lim sie yang meninggal dunia diperabukan.<br />

Maka itu mereka lalu mengumpulkan kayu dan cabang2 kering dan kemudian membakar<br />

jenazah Kak wan.<br />

Sesudah bares, Kwee Siang berkata dengan suara terharu. "Saudara Thio, kurasa pendeta2<br />

Siauw lim sie akan terus berusaha untuk menangkap kau. Maka itu kau harus berlaku hatihati.<br />

Disini saja kita berpisahan dan di hari kemudian, kita tentu akan mendapat ke sempatan<br />

untuk bertemu lagi."<br />

"Air mata sipemuda itu mengalir turun kedua pipinya. "Kwee Kouwnio katanya dengan suara<br />

parau." Kemana saja kau pergi, aku mau mengikut."<br />

Mendengar jawaban itu, sinona merasa pilu bukan main dan ia berkata dengan suara gemetar.<br />

"Aku adalah orang yang tengah menjelajah dunia dan aku sendiripun tak tahu kemana aka<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 59

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!