20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Ia segera menjepit perut keledai dengan lututnya dan menepuk leher binatang itu. Sambil<br />

berbunyi kerena, keledai itu lantas saja lari congklang. Biarpun kurus kecil, dia ternyata kuat<br />

sekali dan cepat larinya. Tak lama kemudian, dia sudah bisa menyusul dan membuntuti ketiga<br />

penunggang kuda itu.<br />

Sekarang si nona bisa melihat lebih tegas. Penunggang kuda dauk bertubuh kate kecil,<br />

Penungggang kuda kuning berpotongan badan sedang dan penungggang kuda putih seorang<br />

jangkung kurus. Selanjutaya ia pun mendapat kenyataan, bahwa ketiga binatang itu berbulu<br />

sangat panjang sampai dikakinya sehingga berbeda sekali dengan kuda di wilayah Tiong<br />

goan.<br />

Begitu tahu ada yang membututi, ketiga orang itu segera menggeprak tunggannya yg lantas<br />

saja kabur sekeras-kerasnya sehingga Kwee Siang lantas saja ketinggalan jauh sekali.<br />

Sesudah me]alui dua-tiga-li, si nona belum juga melihat bayangan2 ketiga penunggang kuda<br />

itu. Biarpun kuat, te<strong>naga</strong> keledai kecil kurus itu, sangat terbatas.<br />

Napasnya sudah tersengal-sengal dan dia kelihatannya sudah lelah sekali. "Binatang tak<br />

punya guna!" bentak sinona. "Biasanya kau banyak lagak dan selalu mau lari cepat cepat.<br />

Tapi waktu aku justeru memerlukan te<strong>naga</strong>mu kau lantas saja keok." Melihat tak gunanya<br />

coba menyusul lagi, ia lalu melompat turun dari punggung si kurus dan duduk mengaso di<br />

sebuah pendopo batu dipinggir jalan dan membiarkan keledai makan rumput.<br />

Belum lama ia duduk mengaso sekonyong konyong terdengar pula suara kaki kuda dan ketiga<br />

penunggang kuda yg tadi sesudah male wati satu lembah, kelihatan mendatangi.<br />

"Eh, mengapa mereka kembali begitu cepat? tanyanya di dalam hati.<br />

Setibanya dipendopo satu itu, mereka segera melomat turun dari tunggangan mereka dan lalu<br />

duduk mengaso bersama-sama si nona. Orang yang bertubuh kate kecil, bermuka merah dan<br />

yang paling menyolok adalah hidungnya yang merah mengkilap seolah olah bara.<br />

Ia mempunyai paras yang selalu tersungging senyuman. Si tua yang bertubuh jangkung kurus,<br />

pucat sekali mukanya, di antara warna putih pias terdapat sinar<br />

biru, seolah olah ia tak pernah kena sorotan matahari. Dengan demikian, warna kedua orang<br />

itu bertentangan satu sama lain: yang satu merah membara, yang lain pucat pias. Orang<br />

ketiga, yang badannya sedang sedang saja, tidak mempunyai ciri ciri luan biasa, kecuali<br />

mukanya yang berwarna kuning seperti orang sakitan.<br />

Sesudah menyapu ketiga orang itu dengan matanya yang bening tajam, Kwee Siang ber<br />

senyum seraya menanya: "Samwe Loosian seng (ketiga tuan) apakah kalian barusan<br />

mengunjungi Siauw lim sie? Mengapa, baru naik kalian sudah turun kembali?"<br />

Si muka pucat melirik seperti orang kekhi tapi si muka merah tertawa dan balas menanya<br />

dengan suara manis. "Bagaimana nona tahu, kami pergi ke Siauw lim-sie<br />

?"<br />

"Kalau bukan ke kuil kemana lagi?" kata Kwee Siang.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba <strong>29</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!