20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Selagi orang berteriak-teriak, Cie Jiek bicara bisik-bisik kepada Soe Ceng Soe yang sesudah<br />

menggangguk beberapa kali lalu berjalan ke tengah-tengah lapangan.<br />

“Hari ini para orang gagah membuat pertemuan dan pertemuan ini bukan pertemuan untuk<br />

menulis syair, menabuh tabu-tabuan atau minum arak,” katanya dengan suara nyaring.<br />

“Pertemuan ini adalah pertemuan Rimba Persilatan dan dalam pertemuan begitu, soal luka<br />

atau binasa adalah soal yang biasa saja. Hee Looenghiong mengatakan bahwa Soema Siau<br />

Seng belum pernah melakukan perbuatan tidak baik dan mempersalahkan Cengkee Soethay<br />

sebagai seorang yang sudah <strong>membunuh</strong> orang yang tak berdosa. Sesudah itu, kalian bikin<br />

ribut ribut seperti juga tak merasa puas terhadap partai kami. “Apakah dalam pertandingan<br />

silat kita harus lebih dulu mencari tahu riwayat setiap orang dan yang baik tak boleh dilukai<br />

dan yang jahat barulah boleh dibinasakan?”<br />

Pertanyaan itu telah membungkam semua orang. Banyak di antaranya lantas saja merasa<br />

bahwa perkataan Song Ceng Soe memang beralasan.<br />

Sesudah mendapat angin Song Ceng Soe berkata pula. “Kalau To liong to hanya boleh<br />

dimiliki oleh orang yang mulia, tak perlu diadakan pertandingan silat lagi. Kalau benar begitu,<br />

kita beramai-ramai harus pergi ke Shoatang dan mencari turunan nabi Khong Hoe Coe untuk<br />

menyerahkan golok mustika itu kepadanya. Tapi kalau kita bicara tentang silat, maka dalam<br />

pertempuran orang mungkin tak bisa memperhatikan lagi apa lawannya seorang tidak berdosa<br />

atau berdosa.”<br />

Banyak orang manggut2kan kepala bahkan ada yang lantas berteriak. “Benar!”<br />

Suara Song Ceng Soe itu membangkitkan rasa sangsi di dalam hati Jie Sam Cioe dan In Lie<br />

Heng. Suaranya mirip dengan suara Song Ceng Soe, tapi ia menggunakan istilah “partai<br />

kami”, suatu tanda bahwa dia seorang anggota Go bie pay. Di samping itu, mukanya yang<br />

berewokan tak sama dengan muka Song Ceng Soe.<br />

Karena kesangsian itu, Jie Lian Cioe segera berbangkit dan bertanya, “Apa aku boleh<br />

mendapat tahu she dan nama tuan yang mulia?”<br />

Melihat pamannya, Ceng Soe jadi gentar. Beberapa saat kemudian barulah ia menjawab.<br />

“Aku seorang muda yang tak terkenal, sehingga tiada harganya untuk Jie hiap mengenal aku.”<br />

“Tuan telah bicara tentang pertandingan silat dan tuan tentu memiliki kepandaian tinggi,” kata<br />

Jie Lian Cioe dengan suara keras. “Di waktu masih muda, guruku pernah menerima budi<br />

Kwee Liehiap dari Go bie pay. Guruku telah memesan, bahwa murid2 Boe tong tak boleh<br />

bertempur melawan murid Go bie, maka itu aku mau mencari keterangan se-jelas2nya, apa<br />

benar tuan murid Go bie pay dan siapa adanya tuan. Seorang lelaki sejati harus terus terang,<br />

tak boleh main sembunyi-sembunyi.”<br />

Yang menjawab adalah Cioe Cie Jiak. “Jie-Jiehiap, aku tak mendustai kau,” katanya. “Dia<br />

adalah suamiku, dia she Song bernama Ceng Soe. Dulu ia murid Boe tong sekarang sudah jadi<br />

anggota Go bie pay. Kalau mau bicar, Jie hiap boleh bicara dengan aku.” Keterangan itu yang<br />

diucapkan dengan suara nyaring dan dingin mengejutkan semua orang sehingga seluruh<br />

lapangan jadi sunyi senyap.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 1349

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!