20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Kie yang segera mengenali bahwa muka itu adalah muka Ouw Ceng Goe. Yang satunya lagi<br />

adalah mayat wanita dan dilihat dari pakainnya, dia pasti bukan lain dari pada Ong Lan<br />

Kouw. Dalam cuaca yang sudah hampir gelap, pemandangan itu sungguh menyeramkan dan<br />

bulu roma Boe Kie bangun semua.<br />

Sesudah bangun berdiri, si bocah berkata didalam hatinya: "Tidak boleb, aku tidak boleh<br />

menjadi seorang pengecut."<br />

Setindak demi setindak, ia maju dan mendekati. Dari sebelah kejauhan ada dilihatnya sinar<br />

keemas emasan dipipi kedua mayat itu. Sesudah didekati, sinar itu ternyata keluar dari bunga<br />

emas. "Ah! Ouw Sinhe dan Soe bo tidak terlolos dari tangan Kim-Hoa popo", ia mengeluh.<br />

Kereta yang ditumpangi mereka berada dalam sebuah selokan dalam keadaan hancur, sedang<br />

bangkai keledaipun terdapat dalam selokan itu.<br />

Malam itu Boe Kie dan poet Hwie tidur dibawah pohon. Kira-kira tengah malam mereka<br />

disadarkan oleh bunyi binatang. Dibawah sinar rembulan, mereka melihat lima enam ekor<br />

anjing hutan sedang menggerogoti bangkai keledai. Dengan hati berdebar-debar, buru-buru<br />

Boe Kie mendukung Poet Hwie dan memanjat sebuah pohon. Anjing-anjing itu coba<br />

mengudak dan kemudian jalan berputar putar dibawah pohon. Sedang beberapa lama<br />

beberapa lama, barulah mereka meninggalkan pohon itu dan berpesta pora lagi dengan daging<br />

keledai. Pada esokan paginya, barulah kawanan binatang itu berlalu.<br />

Sesudah anjing-anjing itu pergi jauh, Boe Kie baru berani turun. Ia segera membuka tambang<br />

dan menurunkan jenazah suami isteri Ouw Ceng Goe. Tiba-tiba terdengar suara "plak" dan<br />

dari atas jatuh sejilid buku. Boe Kie segera menyambutnya dan diatas buku itu, buku tulisan<br />

tangan, tertulis seperti berikut: "Tok soet Tay coan" (Kitab lengkap mengenai racun).<br />

Boe Kie membalik-balikkan lembaran yang penuh dengan huruf-huruf kecil. Buku itu<br />

menjelaskan sifatnya macam-macam binatang beracun, burung beracun, kutu beracun, rumput<br />

beracun, dari yang biasa sampai yang aneh aneh. Cara mengganakannya dan cara<br />

mempunahkannya. Sesudah memasukkannya ke dalam saku, dia kemudian mengubur jenazah<br />

suami-istri Ouw Ceng Goe dengan menumpuk batu-batu tanah dan rumput diatasnya. Sesudah<br />

selesai dan memberi hormat dengan berlutut beberapa kali, sambil menuntun tangan Poet<br />

Hwie, ia segera meneruskan perjalanannya.<br />

Diwaktu lohor mereka bertemu dengan jalan raya dan tak lama kemudian, mereka tiba<br />

disebuah kota kecil. Mereka lalu mencari rumah makan, atau warung untuk menangsal perut.<br />

Tapi sungguh heran, semua rumah tiada penghuninya dan kota kecil itu sunyi senyap<br />

bagaikan kuburan. Dengan apa boleh buat, mereka berjalan terus.<br />

Waktu itu adalah musim rontok, yaitu musim panen, tapi apa yang tertampak disawah sawah<br />

yang tanahnya kering melela hanyalah rumput alang alang. Boe Kie bingung karena ia tidak<br />

mengerti apa artinya itu semua. Kawan yang satu-satunya, tidak bisa diajak berdamai. Bahwa<br />

dengan menahan lapar si noni cilik masih bisa berjalan terus, sudah dapat dikatakan mujur.<br />

Berjalan sampai sore, mereka tiba disebuah hutan. Tiba-tiba Boe Kie melihat mengepulnya<br />

asap. Ia merasa girang sekali, sebab sedari keluar dari selat Ouw tiap kok, baru sekarang ia<br />

melihat asap yang berarti adanya mauusia. Buru-buru mereka menuju kearah asap itu.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 493

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!