20.06.2013 Views

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

kisah_membunuh_naga_tamat.pdf 5043KB Mar 29 ... - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Dengan sorot mata menyinta, Boe Kie mengawasi nona itu. Dalam menghadapi kebinasaan, ia<br />

dapat terhibur karena ia tahu, bahwa di dalam dunia sedikitnya ada seorang yang menyintanya<br />

setulus hati.<br />

Minggir kau! bentak Ceng Soe dengan mata melotot.<br />

Mengapa kau begitu kasar terhadap seorang wanita? tanya Boe Kie.<br />

Tapi Ceng Soe tidak meladeni teguran itu. Ia bahkan mendorong pundak Siauw Ciauw,<br />

sehingga si nona terhuyung beberapa tindak. Di antara lelaki dan perempuan siluman, mana<br />

ada manusia baik? katanya dengan kaku. Bangun kau! Sambutlah seranganku!<br />

Boe Kie menghela napas. Ayahmu adalah seorang kesatria, katanya, Mengapa kau begitu<br />

kasar! Untuk melayani kau, tak perlu aku bangun berdiri. Di mulut ia berkata begitu, tapi<br />

sebenar-benarnya ia tak kuat berdiri lagi.<br />

Keadaan Boe Kie yang sudah payah dapat dilihat orang banyak, antaranya oleh Song Ceng<br />

Soe sendiri. Ceng Soe, kau totok saja jalan darahnya supaya ia tidak bisa bergerak, teriak Jie<br />

Lian Coe. Tak usah membinasakan dia.<br />

Baiklah, jawabnya seraya menotok pundak Boe Kie dengan jari tangan kanannya.<br />

Boe Kie tidak bergerak, tapi pada detik jari tangan lawan hampir menyentuh Kian tin hiat ia<br />

mengibas dengan tangannya dan Ceng Soe menotok angin. Sebab kejadian itu di luar dugaan,<br />

Ceng Soe sempoyongan, hampir-hampir menubruk Boe Kie.<br />

Sesudah kagetnya hilang, ia menendang dada Boe Kie dengan menggunakan tujuh bagian<br />

te<strong>naga</strong>. Jie Lian Coe telah memesan supaya ia tidak berlaku kejam, tapi mengapa ia mengirim<br />

tendangan yang berat itu? Apa lantaran Boe Kie mengatakan kepandaiannya biasa saja?<br />

Bukan, sebab musababnya terletak di lain bagian. Ceng Soe membenci Boe Kie dan ia<br />

membenci karena soal cinta.<br />

Begitu melihat wajah Cioe Cie Jiak, begitu ia jatuh cinta. Tak henti-hentinya ia melirik atau<br />

mengawasi si nona. Sebagai puteranya seorang pendekar Boe tong, ia merasa tak pantas<br />

mengincar si nona terus menerus, tapi ia tak bisa melawan hatinya. Setiap gerakan, setiap<br />

senyuman, setiap kerutan alis Cie Jiak tidak terlepas dari matanya. Apa celaka, Cie Jiak<br />

mengunjuk rasa cintanya kepada Boe Kie. Sorot mata nona itu selalu diperhatikan Ceng Soe.<br />

Atas perintah Biat coat, Cie Jiak menikam Boe Kie. Tapi sesudah menikam, si nona<br />

memperlihatkan rasa duka dan menyesal yang tiada terbatas.<br />

Song Ceng Soe mengerti, bahwa sesudah terjadi penikaman itu, tak perduli Boe Kie mati atau<br />

hidup, si nona tentu takkan melupakan perbuatannya itu. Iapun tahu, apabila ia <strong>membunuh</strong><br />

pemuda itu, Cie Jiak pasti merasa sangat sakit hati, akan membencinya. Tapi oleh sebab<br />

dibakar rasa jelus dan rasa iri hati, ia sungkan melepaskan kesempatan untuk membinasakan<br />

seorang yang tak berdosa yang menjadi saingannya. Ceng Soe sebenarnya pemuda boen boe<br />

song coan (pandai ilmu surat dan ilmu silat), salah seorang terpandai di antara murid-murid<br />

turunan yang ketiga dari Boe tong pay dan pada hakekatnya ia seorang baik. Akan tetapi,<br />

begitu terbentur dengan soal cinta, ia tak bisa membedakan lagi apa yang benar, apa yang<br />

salah.<br />

To Liong To > karya Jin Yong > disadur oleh Boe Beng Tjoe > published by BuyanKaba 806

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!